Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat tahun 2022 menjadi puncak kasus Rabies di Indonesia dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.
Berdasarkan data Kemenkes, tercatat ada 82.634 kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) di tahun 2020 dengan jumlah kematian sebanyak 40 kasus.
Kemudian di tahun 2021, ada sebanyak 57.257 kasus GHPR dengan jumlah kematian ada 62 kasus. Sementara di tahun 2022, tercatat sebanyak 104.229 kasus GHPR dan jumlah kematian ada 102 kasus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang paling tinggi memang tahun 2022," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi dalam konferensi pers virtual, Jumat (2/6).
Imran menduga banyak kasus rabies terjadi di tahun 2022 karena dampak Pandemi Covid-19. Dugaan ini berdasarkan hasil diskusi Kemenkes bersama Kemenko PMK, Kementerian Pertanian, hingga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Sepertinya ada hubungannya dengan pandemi Covid. Jadi pada tahun 2019, 2020, 2021 itu kan zaman Covid itu semua kegiatan berhenti, termasuk vaksinasi terhadap hewannya," ucap dia.
Imran menerangkan di tahun 2020 jumlah kasus Rabies belum meningkat meski vaksinasi terhadap hewan berhenti dilakukan. Sebab, saat itu masih dilakukan pembatasan, sehingga interaksi antara manusia dengan hewan pembawa rabies (HPR) juga terbatas.
"Kemudian mulai naik tahun 2021 dan puncaknya tahun 2022. Kan pada 2022 sudah mulai ada pelonggaran-pelonggaran, kemudian efektivitas vaksin yang pernah disuntikkan ke hewan juga sudah mulai menurun maka terjadi lonjakan yang luar biasa tahun 2022," tuturnya.
Sementara itu, kata Imran, sepanjang tahun 2023 ini juga sudah tercatat lebih dari 31ribu GHPR dengan jumlah kematian ada 11 kasus.
Di sisi lain, Imran menuturkan di tahun ini Kemenkes juga telah melakukan pengadaan vaksin anti rabies (VAR) sebanyak 241.700 vial dan serum anti rabies (SAR) sebanyak 1.650 vial.
"Dan saat ini kita sudah distribusikan ke provinsi hampir 227 ribu vial untuk vaksinnya dan serumnya sudah lebih dari 1.550 vial," ujarnya.
Kasus rabies mencuat setelah satu desa di Timor Tengah Selatan diisolasi karena Keadaan Luar Biasa (KLB) rabies sejak Selasa (30/5).
Kasus rabies di Timor Tengah Selatan diketahui dari laporan hasil pengujian sampel organ dua ekor anjing yang dinyatakan positif oleh Laboratorium Balai Besar Veteriner Denpasar.
Kasus rabies di TTS ini telah menelan satu korban jiwa yakni AB (45) warga Desa Fenun, Kecamatan Amanatun Selatan.
Per hari ini, Balai Karantina Pertanian Kelas I Kupang juga telah menutup Pulau Timor dari lalu lintas hewan pembawa rabies (HPR) seperti anjing, kucing dan kera.
(dis/vws)