Pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara uji materi pasal tentang sistem pemilu proporsional terbuka yang diatur dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 diwarnai perbedaan pendapat atau dissenting opinion dari hakim.
Mahkamah memutuskan permohonan pemohon untuk mengubah sistem pemilu jadi tertutup ditolak seluruhnya. Namun, salah satu dari delapan hakim konstitusi yang memutus perkara, yaitu Arief Hidayat, menyampaikan pendapat berbeda.
Lihat Juga : |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arief berpendapat sistem pemilu proporsional terbuka yang saat ini diterapkan harus dievaluasi dan diperbaiki. Menurutnya, perlu ada peralihan sistem pemilu dari sistem proporsional terbuka ke sistem proporsional terbuka terbatas.
"Setelah lima kali penyelenggaraan pemilu, diperlukan evaluasi, perbaikan, dan perubahan pada sistem proporsional terbuka yang telah empat kali diterapkan, yakni pada Pemilu 2004, 2009, 2014, dan 2019. Peralihan sistem pemilu dari sistem proporsional terbuka ke sistem proporsional terbuka terbatas diperlukan," kata Arief dalam persidangan di gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6).
Ia menuturkan dari perspektif filosofis dan sosiologis, pelaksanaan sistem proporsional terbuka yang selama ini eksis didasarkan pada demokrasi yang rapuh.
Ia menilai permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian, karena itu harus dikabulkan sebagian. Dalam pandangannya, Arief mengatakan peralihan ke sistem proporsional terbuka terbatas bisa dimulai di 2029 agar tidak mengganggu tahapan Pemilu 2024 yang saat ini sudah berjalan.
"Agar tahapan Pemilu 2024 yang sudah dimulai tak terganggu dan untuk menyiapkan instrumen serta perangkat regulasi yang memadai, maka pelaksanaan pemilu dengan sistem proporsional terbuka terbatas dilaksanakan pada Pemilu 2029," kata Arief.
"Menimbang dari keseluruhan uraian pertimbangan hukum di atas, saya berpendapat permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian, karenanya harus dikabulkan sebagian," ucapnya.
Adapun permohonan uji materi diajukan pada 14 November 2022. MK menerima permohonan dari lima orang yang keberatan dengan sistem proporsional terbuka. Mereka ingin sistem proporsional tertutup yang diterapkan.
Dengan sistem proporsional tertutup, pemilih tidak bisa memilih calon anggota legislatif langsung. Adapun pemilih hanya bisa memilih partai politik, sehingga partai punya kendali penuh menentukan siapa yang duduk di parlemen.
Para pemohon terdiri dari Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP cabang Banyuwangi); Yuwono Pintadi; Fahrurrozi (Bacaleg 2024); Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan); Riyanto (warga Pekalongan); dan Nono Marijono (warga Depok).
Dari seluruh paprol di DPR, hanya PDIP yang ingin sistem proporsional tertutup diterapkan. Sementara parpol lainnya meminta agar MK tidak mengubah sistem pemilu.
Mayoritas partai politik menegaskan sistem pemungutan suara yang dipakai dalam pemilu adalah kewenangan pembuat undang-undang yakni presiden dan DPR. Karena itu, mereka merasa MK tidak berwenang untuk mengubahnya lewat putusan uji materi.
(pop/tsa)