Hakim Konstitusi Manahan Malontinge Pardamean Sitompul menjadi satu-satunya hakim yang tidak hadir dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) saat memutus perkara uji materi sistem pemilu yang digelar Rabu (7/6) lalu.
Dalam rapat tersebut diputuskan sistem pemilu tetap menggunakan proporsional terbuka sebagaimana diatur di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pemilu.
Wakil Ketua MK Saldi Isra menerangkan bahwa saat itu Hakim Manahan sedang bertugas ke Amerika Serikat. Namun, Manahan tetap hadir dalam sidang pengucapan putusan yang digelar Kamis (15/6). Hal itu, sebut Saldi, tidak masalah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saldi lantas menegaskan bahwa jumlah delapan hakim konstitusi yang hadir di RPH tak melanggar hukum acara. Dia menjelaskan rapat untuk menentukan putusan minimal dihadiri tujuh hakim.
"Menurut ketentuan hukum acara kita, minimal putusan itu diambil oleh tujuh hakim konstitusi," ujar Saldi dalam jumpa pers usai sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6).
Manahan lahir di Tarutung, 8 Desember 1953. Ia lahir sebagai anak kedua dari sepuluh bersaudara. Ayahnya merupakan seorang pendeta bernama Ds. S.M.S Sitompul. Sang ayah kemudian menjadi PNS di Jawatan Agama dan pensiun sebagai pejabat di Kandepag Provinsi Sumatera Utara Medan pada 1977. Sementara sang ibu, yang bernama T.M br. Panggabean, adalah seorang ibu rumah tangga.
Manahan dan saudara-saudaranya dididik ketat oleh kedua orang tua, baik dalam menuntut ilmu pengetahuan dan mengikuti pendidikan atau kegiatan kerohanian di gereja.
Ia mulai perjalanan sekolahnya di SD Negeri IX, Sibolga pada 1966. Lalu, melanjutkan pendidikan di SMP Nasrani Medan pada 1969 dan SMA Negeri 1 Medan pada 1972.
Usai tamat SMA, Manahan ingin segera bekerja. Berbekal kursus Bahasa Inggris selama tiga bulan, Manahan mengikuti tes di Lembaga Pendidikan Perhubungan Udara dan berhasil diterima di Jurusan Flight Service Officer (FSO). Dengan menjalani diklat sekitar dua tahun di Curug, Tangerang, ia ditugaskan pada Unit Keselamatan Penerbangan di Pelabuhan Udara Polonia Medan, dengan status PNS Golongan II A dan ikatan dinas selama tiga tahun.
"Waktu itu saya sadar karier saya hanya akan mencapai Golongan III B bila hanya mengandalkan ijazah SMA dan FSO, maka timbul niat untuk kuliah memperoleh ijazah S1 dan satu-satunya pilihan adalah Fakultas Hukum USU kelas karyawan. Dengan pengaturan waktu dan dana yang sangat cermat, akhirnya kuliah S1 diselesaikan juga hingga 1982," jelas Manahan dikutip dari laman MK.
Manahan pun menempuh pendidikan tinggi di universitas. S1 Hukum Internasional Universitas Sumatera Utara (USU) pada 1982. Kemudian pada 2001, Manahan melanjutkan pendidikan pada S2 Program Magister Hukum Bisnis USU dan S3 Program Doktor Hukum Bisnis USU pada 2009.
Karier hakim Manahan dimulai sejak dia dilantik di Pengadilan Negeri (PN) Kabanjahe pada 1986. Lalu, Manahan dipercaya menjabat sebagai Ketua PN Simalungun pada 2002. Setahun berselang atau 2003, Ia dimutasi menjadi hakim di PN Pontianak.
Manahan lalu pindah ke Pulau Jawa, tepatnya saat bertugas sebagai Wakil Ketua PN Sragen pada 2005. Selanjutnya pada 2007, Manahan menduduki jabatan Ketua PN Cilacap. Setelah diangkat menjadi hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Manado pada 2010, Manahan diminta untuk memberi kuliah di program S2 untuk mata kuliah Hukum Administrasi Negara Universitas Negeri Manado (UNIMA).
Pada 2012, Manahan dimutasi ke PT Medan. Saat itu, Universitas Dharma Agung (UDA) dan Universitas Panca Budi (UNPAB) meminta dia memberi kuliah di Program S2 untuk mata kuliah Hukum Kepailitan dan Hukum Ekonomi Pembangunan.
Karier Manahan tak selalu berjalan mulus. Ia pernah gagal saat mengikuti tes calon hakim agung 2013. Saat itu, Manahan sudah sampai di tahap akhir fit and proper test di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Di tahun yang sama, Manahan dipanggil oleh Mahkamah Agung (MA) untuk fit and proper test menjadi pimpinan Pengadilan Tinggi. Ia pun berhasil lolos dan ditempatkan sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi di Pangkalpinang, Bangka Belitung.
"Baru pada 2015, saya memberanikan diri untuk mengajukan diri sebagai hakim konstitusi dan ternyata lulus untuk menggantikan senior saya, Bapak Alim," kata Manahan.
Manahan menikah dengan Hartaty C.N Malau dan dikaruniai tiga orang anak, yakni Juristama P. Sitompul, Lawina M. Sitompul dan Junistira H. Sitompul.
Menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 2022, Manahan memiliki total kekayaan senilai Rp12.538.156.734. Rincian kekayaan Manahan sebagai berikut.
- Tanah dan bangunan (Total Rp5,4 miliar), yang terdiri dari tanah dan bangunan seluas 135 m2/45 m2 di Kabupaten/Kota Medan (Hasil sendiri) Rp910 juta; tanah dan bangunan seluas 106 m2/77 m2 di Kabupaten/Kota Jakarta Selatan (Hasil sendiri) Rp2,3 miliar; tanah dan bangunan seluas 128 m2/95 m2 di Kabupaten/Kota Tangerang Selatan (Hasil sendiri) Rp1,7 miliar; dan tanah seluas 91 m2 di Kabupaten/Kota Sumedang (Hasil sendiri) Rp382 juta.
- Alat transportasi dan mesin (Total Rp905 juta), yang terdiri dari Mobil Toyota Rush Minibus tahun 2012 (Hasil sendiri) Rp90 juta; Mobil Honda Jazz Minibus tahun 2012 (Hasil sendiri) Rp90 juta; dan Mobil Toyota Alphard tahun 2017 (Hasil sendiri) Rp725 juta.
- Harta bergerak lainnya Rp178,6 juta.
- Kas dan setara kas Rp6 miliar.
Ia tercatat tidak memiliki hutang.
(pop/isn)