Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI, Silmy Karim, mengemukakan pandangannya mengenai peran petugas imigrasi dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Dalam rapat dengar pendapat dengan anggota Komisi III DPR RI, dia menyamakan paspor dengan Surat Izin Mengemudi (SIM), di mana paspor adalah dokumen perjalanan yang serupa dengan SIM.
"Saya ada analogi yang pas, ketika seseorang mengalami kecelakaan di jalan karena mengemudi mobil, dia memiliki SIM, ketika tabrakan yang disalahkan bukan yang menerbitkan SIM. Begitu juga dengan paspor, ketika disalahgunakan, apalagi sekarang usia paspor 10 tahun," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (23/6).
Dia menambahkan, pada saat pertama kali menerbitkan paspor, prosedurnya mungkin berjalan dengan baik. Namun, ketika seseorang berangkat lagi setelah lima atau sepuluh tahun, prosedurnya menjadi kurang ketat, dan petugas imigrasi yang menangkap mereka juga tidak tepat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maka dari itu, Silmy berharap mendapatkan dukungan dari anggota DPR RI agar masalah ini dapat diselesaikan dengan adil, sehingga petugas imigrasi yang bertugas melayani paspor dan pemeriksaan keimigrasian dapat bekerja dengan lebih percaya diri.
Ia tidak ingin anggota petugas imigrasi merasa khawatir dalam menerbitkan paspor bagi WNI, yang pada akhirnya dapat mengurangi semangat mereka dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Silmy tidak menampik bahwa 90 persen korban TPPO di luar negeri adalah wanita pekerja migran Indonesia. Oleh karena itu, ia memerintahkan jajarannya untuk lebih tegas dalam pemberian paspor kepada calon pekerja migran Indonesia.
"Bahkan di daerah kami juga memerintahkan untuk melarang, khusus wanita, karena yang paling banyak dieksploitasi di luar negeri itu wanita. Kita larang yang usia 17-45 tahun, bila profilingnya tidak jelas maka langsung kita tolak permohonan paspornya, bahkan kita mau kunci sampai 5 tahun tidak boleh membuat paspor," jelas Silmy.
Selain itu, dalam forum tersebut, dia juga menjelaskan bahwa petugas imigrasi telah berhasil mencegah 10.138 calon pekerja migran Indonesia yang tidak memenuhi persyaratan berangkat ke luar negeri sepanjang tahun 2023. Penolakan keberangkatan tersebut dilakukan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi di bandara, pelabuhan laut, dan pos lintas batas.
Hal ini merupakan bukti komitmen Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi dalam mencegah TPPO terhadap para calon pekerja migran Indonesia yang tidak memiliki dokumen lengkap dan berpotensi menjadi korban di luar negeri.
Selanjutnya, Ditjen Imigrasi juga akan segera membentuk Satgas TPPO untuk menindaklanjuti saran dari Komisi III DPR RI. Satgas TPPO akan berfokus pada pencegahan perdagangan orang terhadap WNI, khususnya para calon pekerja migran Indonesia.
"Satgas tersebut akan kami bentuk sesegera mungkin untuk menindaklanjuti saran dan masukan dari Para Anggota Komisi III DPR RI," pungkas Silmy.
(rir)