Iduladha: Teladan Nabi Ibrahim dan Momentum Umat Muslim Berkurban

Gapai Kemuliaan | CNN Indonesia
Rabu, 28 Jun 2023 09:25 WIB
Iduladha merupakan kesempatan terbaik untuk menghayati suatu peristiwa besar yang dialami oleh Nabi Ibrahim, yakni harus ikhlas mengorbankan anaknya Ismail.
Pengasuh Pondok Pesantren Daarul Rahman, Jakarta KH Muhammad Faiz. (Foto: GAPAI KEMULIAAN)
Jakarta, CNN Indonesia --

Iduladha yang juga dikenal dengan Hari Raya Kurban merupakan salah satu hari raya umat muslim di seluruh dunia. Iduladha diperingati setiap tanggal 10 Zulhijah dalam kalender Hijriah.

Peringatan Iduladha berkaitan dengan kisah hidup Nabi Ibrahim yang diberi ujian sangat berat oleh Allah Swt. untuk menyembelih anaknya, Ismail. Namun Nabi Ibrahim tetap tegar menerima ujian itu.

Untuk itu, Iduladha merupakan kesempatan terbaik untuk menghayati suatu peristiwa besar yang dialami oleh Nabi Ibrahim. Yakni harus ikhlas merelakan apapun yang paling berharga dalam hidupnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Demikian disampaikan Pengasuh Pondok Pesantren Daarul Rahman, Jakarta KH Muhammad Faiz memaknai peringatan Hari Raya Iduladha.

"Momentum Iduladha diharapkan bisa mengajak bangsa ini untuk mengambil tauladan dari kisah Nabi Ibrahim beserta keluarga," kata KH Muhammad Faiz.

Dia pun meminta pejabat di Indonesia juga bisa meneladani kisah Nabi Ibrahim. Salah satunya berkorban membantu rakyat dengan setulus hati, sesuai sumpah jabatannya. Bantuan ini diyakininya sangat diperlukan rakyat.

Dia yakin, apabila hal itu diterapkan oleh semua lapisan pejabat, maka kesejahteraan masyarakat akan dengan mudah bisa dicapai. Rakyat yang sejahtera juga menandakan keberhasilan pemerintah.

"Para pejabat pemilik kekuasaan negara, hendaknya berkorban membantu rakyat setulus hati dengan kebijakan yang adil serta kebijaksanaan yang memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan masyarakat," ujarnya.

Selain itu, kata dia, kisah ini juga mengajarkan kepada kita untuk mengembangkan kesadaran dan kesalehan sosial serta melepaskan diri dari sikap egoisme, mereka yang kaya dengan keleluasaan rezekinya dapat membantu mereka yang membutuhkan.

"Kisah ini harus dijadikan pedoman dalam setiap langkah kehidupan di masa yang akan datang," katanya.

Kisah Nabi Ibrahim Diberi Ujian Menyembelih Ismail

Dalam Al-Quran Allah berfirman: "Sungguh, telah ada suri teladan yang baik bagimu pada (diri) Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya..." (QS. Al-Mumtahanah: 4).

Para ulama dalam sejarah menuliskan Nabi Ibrahim membawa istrinya Siti Hajar dan anaknya Ismail yang masih balita ke kota Mekkah. Mereka ditempatkan di Baitullah tepatnya di Dauhah, bagian yang kemudian nanti menjadi sumur air Zamzam di Masjidil Haram.

Kondisi Mekkah pada saat itu belum ada manusia dan air. Namun, Nabi Ibrahim hanya meninggalkan sebotol air dan sekantong kurma, kemudian Nabi Ibrahim segera bergegas pergi meninggalkan mereka.

Melihat suaminya pergi, Siti Hajar berkata, "Wahai Ibrahim suamiku, akan ke mana kau pergi meninggalkan kami di bawah terik matahari, disapu oleh hembusan angin malam di lembah tandus, lembah yang tidak berpenghuni, tanpa apa-apa dan tanpa siapa-siapa".

Meski dikatakan berulang, namun Nabi Ibrahim hanya diam dan tak menjawab pertanyaan itu. Nabi Ibrahim sebagai manusia, sebagai suami, dan sebagai ayah tentu tidak akan pernah mampu menjawab apalagi menatap wajah istri dan anaknya terkasih.

Ibunda Hajar sebagaimana dikisahkan dalam Sahih Bukhari, diceritakan masih terus mengejar seraya menggendong anaknya Ismail, kali ini ia setengah menjerit, sebuah jeritan yang menembus langit.

"Wahai Suamiku, Allah kah yang menyuruh melakukan ini?" ucapan itu benar-benar membuat Nabi Ibrahim terkesiap, beliau menghentikan langkahnya seolah angin berhenti berhembus dan dunia berhenti berputar, bahkah para malaikat pun terdiam.

Nabi Ibrahim menjawab tanpa ragu, "Benar Istriku, benar jantung hatiku, ini adalah perintah Allah''

Mendengar jawaban tersebut Siti Hajar berhenti mengejar suaminya seraya berkata, "Jika begitu suamiku, pergilah engkau, tentu Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan kami".

Nabi Ibrahim pun beranjak pergi menghadapkan wajahnya ke Baitullah, berdoa dengan penuh ketulusan, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak ada tanamannya (dan berada) di sisi rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (demikian itu kami lakukan) agar mereka mendirikan salat. Maka, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan anugerahilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur" (QS. Ibrahim: 37).

Belumlah sempurna ujian Nabi Ibarhim, saat Ismail telah menjadi anak yang gagah dan mulai menunjukkan kecerdasan berpikir, kecakapan dalam bertindak serta memiliki akhlak mulia Allah kembali memberikan ujian.

Pada saat itu turun perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih putra tunggalnya yang sangat ia cintai.Sulit rasanya untuk melukiskan perasaan Nabi Ibrahim saat itu.

Bagi beliau Ismail bukan sekadar putra idaman yang telah lama dinantikan, tetapi merupakan penerus cita-cita perjuangan dalam menegakkan ajaran agama serta nilai-nilai luhur kemanusiaan.

"Tatkala impian itu mulai menjadi kenyataan, datang perintah Allah yang mengharuskan mereka berpisah untuk selamanya," ujar KH Muhammad Faiz.

Namun, demi menjalankan perintah Allah Swt. Nabi Ibrahim & Ibunda Hajar harus melepaskan anak yang dibesarkan dengan susah payah dan segala pengorbanan di lembah tandus kota Mekkah untuk dikurbankan sesuai dengan perintah Allah.

Sebagaimana tercantum dalam Al-Quran surat As-Saffat, Allah menceritakan bagaimana Nabi Ibrahim menyampaikan perintah itu kepada anaknya: "Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu?" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai Ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar." (QS. As-Saffat: 102).

"Sungguh sebuah dialog yang sangat menakjubkan, menggambarkan kesucian iman serta ketulusan hati dan cinta yang melahirkan kesetiaan dan loyalitas mutlak kepada ketentuan Allah, hukum, dan syariatnya," ujarnya.

Kemudian, tepat ketika Nabi Ibrahim hendak menghunuskan pedang ke anaknya sendiri, Allah Swt mengganti Ismail dengan seekor kambing. Peristiwa tersebut kemudian menjadi dasar pelaksanaan ibadah kurban kala Iduladha.

Nabi Ibrahim beserta keluarganya telah memberikan keteladanan bagi kita akan makna keikhlasan dan penghambaan yang mutlak hanya kepada Allah. Ikhlas adalah kepasrahan kepada Allah, bukan mengalah apalagi kalah.

Ikhlas adalah ketika kita sanggup berlari mencari argumentasi untuk menghindar bahkan melawan perintah Allah, tetapi saat itu kita tetap memilih untuk patuh dan tunduk kepada Allah.

Sufi agung Ibnu Atha'illah as-Sakandari bertutur, "Ikhlas bukanlah merasionalisasikan tindakan dan perilaku, bukan pula mengkalkulasi hasil akhir. Ikhlas adalah kekuatan jiwa untuk mengatur diri agar tidak mengatur Allah, ikhlas adalah tangga menuju Allah, mendengar perintah dan mentaati secara mutlak kepada Allah."

(inh)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER