Direktur PT Toba Sejahtera Hedi Melisa mengklaim perusahaan Menko Marves Luhut Binsar Pandjiatan dan anak-anak perusahaan Toba Sejahtera tak pernah memiliki tambang di Papua.
Hal tersebut disampaikan Hedi saat jaksa penuntut umum (JPU) menanyakan soal pengetahuannya tentang tambang-tambang yang dimiliki oleh PT Toba Sejahtera dalam sidang lanjutan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya menjelaskan bahwa PT Toba Sejahtera, Tobacom Del Mandiri dan anak-anak perusahaan yang lain tidak pernah punya tambang di Papua," kata Hedi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (2/7).
Hedi menyebut kedua anak perusahaan dari PT Toba Sejahtera yakni Tobacom Del Mandiri dan Tambang Rakyat Sejahtera telah ditutup sejak 2019 lalu.
"Penutupan terhadap dua perusahaan tersebut dilakukan di 2019, alasannya karena manajemen melihat kedua perusahaan ini perusahaan yang tidak efektif. Karena tidak efektif jadi ditutup saja," ujarnya.
Hedi membenarkan pernyataan Luhut yang mengaku tak pernah lagi terlibat dalam urusan perusahaan. Namun, ia mengatakan Luhut tetap rutin menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
"Tapi Pak Luhut kan sebagai pemegang saham jadi kewajiban dan hak beliau dalam RUPS ya tetap dilaksanakan. Kami tetap melakukan RUPS tahunan, tetap disetujui oleh Pak Luhut selaku pemegang saham Toba Sejahtera," katanya.
Selain Hedi Melisa, terdapat dua saksi lain yakni Presiden Direktur PT Tobacom Del Mandiri (TDM), Paulus Prananto dan produser YouTube Haris Azhar, Agus Dwi Prasetyo dalam sidang kali ini.
Pantauan CNNIndonesia.com, sidang pemeriksaan saksi dimulai pada pukul 10.00 WIB. Kedua saksi yakni Paulus dan Dwi disumpah terlebih dahulu sebelum menjalani pemeriksaan, sementara Hedi tak disumpah lantaran telah disumpah pada sidang sebelumnya.
Sidang pemeriksaan dilakukan secara terpisah. Hedi menjadi orang yang diperiksa pertama kali karena pekan lalu sudah bersaksi, namun pemeriksaan harus ditunda lantaran orang tua Fatia meninggal dunia.
Dalam perkara ini, Haris dan Fatia dinilai oleh JPU mencemarkan nama baik Luhut melalui sebuah podcast video yang diunggah melalui akun Haris di YouTube.
Video tersebut berjudul 'Ada Lord Luhut di balik relasi ekonomi-ops militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada!'. Video itu membahas hasil kajian cepat Koalisi Bersihkan Indonesia dengan judul 'Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya'.
Haris dan Fatia didakwa Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP Tentang Penghinaan.
(mab/fra)