RUU Kesehatan Disahkan, Massa Dokter dan Nakes Bubarkan Diri

CNN Indonesia
Selasa, 11 Jul 2023 14:39 WIB
Massa pedemo tolak pengesahan RUU Kesehatan di depan Gedung DPR, telah membubarkan diri. (CNN Indonesia/Khaira Ummah Junaedi Putri)
Jakarta, CNN Indonesia --

Massa pedemo dokter dan tenaga kesehatan (nakes) yang menggelar aksi menolak pengesahan RUU Kesehatan telah membubarkan diri.

Pantauan CNNIndonesia.com sekitar pukul 13.15 WIB, ratusan massa aksi membubarkan diri dengan tertib dan meninggalkan halaman Gedung DPR-MPR, Jakarta.

Adapun lalu lintas dari Jalan Gatot Subroto menuju arah Slipi terpantau ramai lancar.

Tampak beberapa aparat kepolisian juga membereskan kawat duri yang sebelumnya terpasang di gerbang masuk DPR.

Aksi itu telah berlangsung sejak pagi sekira pukul 09.30 WIB. Ratusan massa aksi hadir sebelumnya diprediksi sekitar 5.000 hingga 10.000 orang.

Mereka berasal dari lima organisasi profesi kesehatan. Kelima itu ialah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).

Aksi ini merespons rencana DPR yang bakal mengesahkan RUU Omnibus Law Kesehatan menjadi Undang-undang pada rapat paripurna pada Selasa (11/7) hari ini.

Setidaknya terdapat 6 poin alasan mereka tak mendukung RUU Kesehatan.

Pertama, mereka menilai RUU Kesehatan dinilai berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum terkait organisasi keprofesian baik kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, kebidanan, dan apoteker.

Sebab menurut mereka dalam RUU ini, sembilan undang-undang yang terkait keprofesian dan kesehatan dihilangkan. OP menilai penghapusan undang-undang yang secara khusus atau lex specialis mengatur tentang keprofesian itu akan berdampak pada kepastian hukum profesi.

Mereka menganggap RUU itu belum bisa menjamin perlindungan dan kepastian hukum tenaga medis atau kesehatan. Kedua, OP menganggap RUU 'Sapu Jagat' itu telah menghapuskan anggaran pembiayaan nakes yang sebelumnya sebesar 10 persen tertuang dalam APBN dan APBD.

Ketiga, OP mengatakan pasal terkait aborsi dalam RUU Kesehatan dapat berpotensi meningkatkan angka kematian. Sebelumnya, pasal aborsi mengatur maksimal 8 minggu. Akan tetapi, dalam RUU ini aborsi diperbolehkan hingga 14 minggu.

Keempat, OP juga menilai pembahasan RUU Kesehatan terkesan terburu-buru alias dikebut untuk disahkan. Kelima, mereka menyebut dalam penyusunan hingga pembahasan, lima OP sebagai pemangku kepentingan tidak dilibatkan. Bahkan menurut mereka cenderung tak didengar.

Keenam, OP juga menyoroti Pasal 235 RUU Kesehatan yang disebut memperbolehkan dokter asing untuk berkarya di rumah sakit Indonesia. OP menilai 'impor' tenaga kesehatan asing dapat berisiko terhadap pelayanan kesehatan masyarakat.

Saat ini, DPR telah resmi mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan menjadi Undang-undang (UU). Pengesahan itu diambil dalam Rapat Paripurna DPR ke-29 masa persidangan V tahun sidang 2022-2023.

Rapat kali ini dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani, didampingi Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus, dan Rachmat Gobel.

"Apakah Rancangan Undang-undang tentang Kesehatan dapat disetujui menjadi UU?" kata Puan di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7).

"Setuju," sahut mayoritas anggota yang hadir. "Tok," bunyi palu sidang diketok sebagai tanda disahkannya UU tersebut.

(pan/isn)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK