Protes PPDB Zonasi di Tangerang, Warga Ukur Jarak Rumah ke Sekolah

CNN Indonesia
Jumat, 14 Jul 2023 17:04 WIB
Seorang warga di Kota Tangerang menggunakan meteran untuk mengukur jarak rumahnya ke sekolah, sebagai protes terhadap dugaan kecurangan PPDB zonasi.
Pelaksanaan PPDB tahun ini masih diwarnai sejumlah masalah dan kecurangan dari peserta maupun sekolah. (CNN Indonesia/Adi Ibrahim)
Jakarta, CNN Indonesia --

Seorang warga menggelar protes sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kota Tangerang dengan mengukur jarak antara rumah dengan sekolah.

Aksi protes dilakukan oleh Adam ini ditujukan untuk SMAN 5 Kota Tangerang. Ada protes lantaran kesal adiknya tak lolos verifikasi sistem zonasi, padahal rumahnya tak jauh dari sekolah tersebut.

PPDB di SMAN 5 Kota Tangerang diwarnai indikasi kecurangan. Sebab, beberapa nama yang awalnya lolos verifikasi mendadak hilang dan digantikan nama orang lain.

Namun, nama-nama pengganti yang lolos karena memiliki radius 100 meter dari sekolah itu, ternyata tak sesuai dengan alamat. Bahkan, kata Adam, warga sekitar tak mengenal nama-nama tersebut.

Diduga ada praktik titip Kartu Keluarga (KK) untuk memalsukan alamat rumah agar lolos verifikasi sistem zonasi di sekolah itu. Adam pun menggunakan meteran untuk mengukur jarak antara rumahnya dengan sekolah.

"Pada saat kemarin kita 50 meter, kita tanya warga setempat tapi mereka tidak dikenal, bahkan mantan (Ketua) RW pun tidak mengenal atas nama keluarga tersebut," kata Adam dikutip dari CNN Indonesia TV, Jumat (14/7).

Rencananya, sejumlah orang tua juga akan melayangkan protes ke pihak sekolah hingga mendapatkan jawaban terkait indikasi kecurangan tersebut.

Evaluasi PPDB

Pelaksanaan PPDB tahun ini diwarnai sejumlah masalah dan protes orang tua murid. Muncul dugaan praktik jual beli bangku hingga modus menitipkan nama anak di Kartu Keluarga pihak lain demi dapat lolos PPDB sistem zonasi. 

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengusulkan pemerintah melalui Kemendikbudristek merevisi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) tentang PPDB.

"Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 harus direvisi dan diganti dengan aturan baru yang lebih jelas dan berkeadilan," kata Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji dalam keterangan di Jakarta, kemarin, dikutip dari Antara.

Ubaid mengatakan Permendikbud tersebut seharusnya dapat diterapkan tanpa harus menunggu pemerintah daerah (pemda) membuat aturan turunan yang membingungkan dan menimbulkan diskriminasi di daerah-daerah.

Hal ini dipicu dengan berbagai permasalahan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia.

Selain itu JPPI juga meminta Kemendikbudristek memastikan semua anak mendapatkan jatah kursi di sekolah tujuan.

"Permendikbud tentang PPDB (yang baru) sebagai acuan utama, harus mewajibkan semua pemda untuk melibatkan sekolah swasta saat PPDB di tingkat SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA," ujarnya.

Menurutnya kuota kursi di sekolah negeri masih sangat minim. Padahal, kuota kursi yang disediakan pemerintah saat PPDB harus sebanding dengan jumlah kebutuhan.

Kemudian dia menambahkan agar pemerintah tidak lagi menggunakan "sistem seleksi" dalam aturan PPDB yang baru, tetapi agar menggunakan sistem yang berkeadilan yang memastikan no one left behind, dalam pemenuhan hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

Kemendikbudristek menyatakan penyelenggaraan PPDB masih lemah dalam hal sosialisasi dan pengawasan di tingkat daerah.

Inspektur Jenderal Kemendikbudristek Chatarina Muliana Girsang menuturkan fakta tersebut merupakan hasil dari pemantauan secara berkala dan evaluasi oleh Kemendikbudristek terhadap pelaksanaan PPDB.

"Berdasarkan evaluasi ditemukan fakta bahwa dalam proses PPDB masih lemah sosialisasi dan pengawasan di tingkat daerah," katanya dalam keterangan di Jakarta, Kamis.

Oleh sebab itu Chatarina meminta Dinas Pendidikan untuk melakukan sosialisasi dan pengawasan secara masif, khususnya untuk memastikan prinsip pelaksanaan PPDB berjalan dengan baik.

Ia menjelaskan sosialisasi harus dimasifkan oleh pemerintah daerah (pemda) baik di tingkat SD maupun SMP sebelum penyelenggaraan PPDB dimulai, sehingga mereka mendapat pencerahan.

Sosialisasi harus dilakukan dengan baik, kata dia, mengingat banyaknya temuan dalam pelaksanaan seleksi PPDB jalur zonasi tahun ajaran 2023/2024, seperti pemalsuan Kartu Keluarga (KK), 155 nama siswa hilang, satu nama siswa digunakan berkali-kali, hingga adanya intervensi pejabat DPRD.

"Kami meminta Disdik (Dinas Pendidikan) untuk menjalankan fungsi ini," ujar Chatarina.

Chatarina mengatakan Kemendikbudristek telah mengeluarkan empat produk hukum untuk mengatasi berbagai masalah di daerah terkait PPDB pada jenjang TK, SD, SMP, dan SMA, atau bentuk lain yang sederajat.

Aturan itu adalah Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017, Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018, Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019, serta Permendikbudristek Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB.

(dis/antara/wis)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER