Sanksi Bullying Dokter: Peserta Didik Dikeluarkan, Pengajar Dicopot
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyiapkan sanksi ringan hingga berat bagi pelaku perundungan atau bully terhadap para dokter yang tengah menempuh pendidikan. Sanksi terberat yakni dikeluarkan dari institusi hingga diberhentikan dari jabatan.
Ketetapan itu tertera dalam Instruksi Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/MENKES/1512/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Perundungan terhadap Peserta Didik pada RS Pendidikan di Lingkungan Kementerian Kesehatan. Aturan ini berlaku efektif mulai Kamis (20/7).
"Menjatuhkan sanksi pelaku perundungan yang dilakukan oleh tenaga pendidik dan pegawai lainnya serta peserta didik," demikian bunyi huruf I pada Inmen tersebut.
Dalam aturan tersebut, bagi tenaga pendidik dan pegawai lainnya yang menjadi pelaku perundungan, maka ada tiga kriteria sanksi. Pertama, sanksi ringan berupa teguran tertulis. Kedua, sanksi sedang berupa skorsing selama jangka waktu tiga bulan.
Ketiga, sanksi berat berupa penurunan pangkat satu tingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan dari jabatan, pemberhentian sebagai pegawai rumah sakit, hingga pemberhentian untuk mengajar.
Kemudian tiga kriteria sanksi berlaku bagi pelaku perundungan yang masih berstatus sebagai peserta didik. Pertama, sanksi ringan berupa teguran lisan dan tertulis. Kedua, sanksi sedang berupa skorsing minimal tiga bulan.
Ketiga, sanksi berat berupa mengembalikan peserta didik kepada penyelenggara pendidikan, hingga dikeluarkan sebagai peserta didik.
Aturan pemberian sanksi juga diberlakukan kepada pimpinan RS pendidikan yang terjadi kasus perundungan di rumah sakitnya. Sanksi ringan berupa teguran tertulis. Sanksi sedang berupa skorsing selama jangka waktu tiga bulan.
Sanksi berat berupa penurunan pangkat satu tingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan dari jabatan, hingga pemberhentian sebagai pegawai rumah sakit.
"Direktur Utama RS pendidikan di lingkungan Kementerian Kesehatan, agar melaksanakan Instruksi ini dengan penuh tanggung jawab," lanjut Menkes.
Bentuk perundungan
Instruksi Menkes juga membeberkan terkait jenis perundungan. Pertama, perundungan fisik, yakni tindakan memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, termasuk memeras dan merusak barang milik orang lain serta pelecehan seksual.
Kedua, perundungan verbal yang meliputi tindakan mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama lain (name-calling), sarkasme, mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, dan menyebarkan berita yang belum jelas kebenarannya.
Ketiga, perundungan siber alias cyber bullying, di antaranya tindakan menyakiti atau melukai hati orang lain menggunakan media elektronik seperti menyampaikan berita atau video yang tidak benar dengan tujuan memprovokasi atau mencemarkan nama baik orang lain.
Keempat, perundungan nonfisik dan nonverbal lainnya. Yakni mengucilkan, mengabaikan, mengirimkan surat kaleng, memberikan tugas jaga di luar batas wajar, meminta pembiayaan kegiatan kurikuler, ekstrakurikuler, atau pengeluaran lainnya di luar biaya pendidikan yang telah ditetapkan.
Dalam temuan kasus perundungan itu, pengawasan dilakukan oleh Inspektorat Jenderal dengan melibatkan unit pelayanan pelaporan di RS pendidikan. Kemudian dalam rangka pengawasan, pelaporan tindakan perundungan dapat disampaikan oleh korban atau saksi melalui dua mekanisme.
Yakni melaporkan melalui situs https://perundungan.kemkes.go.id; atau menghubungi nomor telepon dan WhatsApp di 0812-9979-9777.
Inspektorat Jenderal dan unit pelayanan pelaporan di RS pendidikan selanjutnya bakal memastikan semua laporan perundungan ditindaklanjuti dan memberikan umpan balik dari pengaduan sebagai bentuk evaluasi dari tindak lanjut.
Dalam hal hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal terbukti terdapat tindakan perundungan, maka Inspektorat Jenderal melakukan pelindungan korban hingga saksi.
(khr/fra)