Ayah Bripda Ignatius Buka Suara, Sentil Cekcok Bisnis Senpi di TKP

CNN Indonesia
Jumat, 28 Jul 2023 20:35 WIB
Ayah Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage (IG) menduga kematian anaknya bermula dari cekcok terkait bisnis senpi ilegal hingga miras.
Ilustrasi penembakan. (iStockphoto)
Jakarta, CNN Indonesia --

Ayah Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage (IDF), Y Pandi menduga kematian anaknya diakibatkan oleh cekcok yang terjadi karena seniornya melakukan jual-beli senjata api (senpi) ilegal dan dalam pengaruh minuman keras (miras).

Hal itu dia yakini setelah mendengar keterangan Polres Bogor terkait kronologi kematian Bripda Ignatius yang tewas tertembak di Rusun Polri Cikeas, Bogor, Jawa Barat.

"Saya dengar bisnis senpi di TKP, saya dengar. Mungkin karena itulah ada cekcok, mungkin anak saya tidak mau beli senpi itu karena ilegal," ujar Pandi dalam wawancara dengan CNNIndonesia TV, Jumat (28/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia juga menduga anaknya tak berani membeli senpi tersebut dari seniornya. Menurut Pandi dan keluarga, ada kemungkinan tersangka marah lalu melakukan pembunuhan tersebut.

"Ataupun karena dia junior sehingga dia tidak berani. Logika saya, kami, dan keluarga mungkin tersangka marah atau apa sehingga dengan sengaja mereka melakukan tembakan itu," tuturnya.

Pandi juga mengaku sudah mendengar keterangan polisi mengenai para senior anaknya yang mabuk dan terpengaruh alkohol sebelum melakukan penembakan. Ia menduga cekcok dan minuman keras tersebut menjadi penyebab utama.

"Pada saat kejadian, memang mereka ada cekcok. Mungkin karena pengaruh mabuk dan minuman keras, saya juga tidak tahu. Akan tetapi, bisa saja ada kesalahan di antara mereka karena pengaruh minuman itu," kata dia.

Pandi juga membeberkan keterangan kekasih anaknya soal keseharian korban. Menurut dia, korban acap kali mendapat perintah dari seniornya dan tak bisa menolak.

"Dia (kekasih Ignatius) mengatakan bahwa korban sering mendapat perintah yang selalu membuat anak kami ini mau tidak mau harus melaksanakan perintah itu sebagai junior," ucapnya.

Menurut keterangan kekasih korban, kata Pandi, perintah itu harus tetap dilaksanakan agar anaknya tersebut aman dari hal-hal tak terduga yang berpotensi dialami olehnya.

"Setahu saya pacarnya bercerita setiap kali seniornya memberi perintah, harus dilaksanakan. Kalau tidak, mungkin akan ada hal-hal yang dialami anak kami ini," kata Pandi.

Dengan tegas dia menolak pernyataan soal kematian anaknya yang terjadi karena kelalaian. Menurutnya, hal tersebut merupakan bentuk kesengajaan yang dilakukan seniornya karena sakit hati.

"Kami juga tidak mau dan menerima kalau pelaku ini dikatakan melakukan kelalaian, karena kita lihat kronolgi kejadian seperti itu memang bukan kelalaian, itu sepertinya disengaja mungkin karena ada unsur sakit hati atau apa sepertinya," ucapnya.

Ia meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit untuk turun tangan dalam menyelesaikan kasus yang membuat jiwa anaknya meninggal. Dia juga meminta pelaku diberikan hukuman seberat-beratnya.

"Kami berharap kepada Pak Kapolri, tolong tegakkan hukum yang sebenar-benarnya dan seadil-adilnya. Kemudian, beri pelaku hukuman seberat-beratnya agar institusi Polri baik dan dipercaya masyarakat Indonesia," tandasnya.

Polisi dalami dugaan jual-beli senpi

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Kombes Surawan mengklaim sejauh ini belum menemukan adanya transaksi jual-beli senjata api ilegal di kasus Bripda Ignatius.

"Terkait ada pertanyaan terkait bisnis senjata, sejauh ini kami belum menemukan adanya transaksi senjata api," ujarnya dalam konferensi pers, Jumat (28/7).

Meski begitu, Surawan mengatakan pihaknya akan tetap mendalami soal bisnis senpi ilegal tersebut dengan memeriksa saksi hingga kedua tersangka yakni Bripka IG dan Bripda IMS.

"Kita masih melakukan pendalaman terhadap para saksi dan tersangka sehingga kalau nanti sudah ada jawaban darj mereka nanti akan kita beritahukan lebih lanjut," ujarnya.

Mabes Polri menyatakan Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage tewas usai terkena peluru senjata api rakitan nonorganik alias ilegal milik seniornya, tersangka Bripka IG.

Karo Penmas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan temuan tersebut didapati penyidik usai menyita sejumlah barang bukti termasuk senjata api yang menjadi penyebab tewasnya Bripda Ignatius.

"Mengamankan CCTV, bukti satu unit senjata api rakitan ilegal, satu buah selongsong peluru kaliber 45 ACP, kemudian baju korban dan lain-lain," ujarnya dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (28/7).

Ramadhan mengatakan proses etik dilakukan di Divpropam Polri karena dua terduga adalah anggota Densus 88 Antitero rPolri. Sementara untuk perkara pidana ditangani Polres Bogor.

Kapolres Bogor AKBP Rio Wahyu Anggoro menyebut penyidik telah menetapkan dua orang tersangka yakni Bripda IMS dan Bripka IG.

"Tersangka IMS, 23 tahun, pekerjaan Polri sebagai pengguna senjata api, dan yang kedua inisial IG, 33 tahun, (pekerjaan) Polri sebagai pemilik senjata api," jelasnya.

Rio menerangkan dalam kasus tersebut Bripda IMS dijerat dengan Pasal 338 KUHP dan atau Pasal 359 KUHP dan atau Undang-undang Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951.

Sementara Bripka IG, dikenakan Pasal 338 KUHP Juncto Pasal 56 dan atau Pasal 359 KUHP Juncto Pasal 56 dan atau Undang-undang Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951.

(dal/psr/dal)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER