Uskup Jayapura, Papua Monsinyur Yanuarius Theofilus Matopai You menegaskan penggunaan kekerasan belum bisa menyelesaikan konflik di Papua.
"Sejarah menunjukkan bahwa kekerasan belum mampu menyelesaikan konflik Papua, itu hanya menambah jumlah korban dan memperburuk masalah," kata Yanuarius dalam pidatonya di Forum Asean Intercultural and Interreligius Dialogue Conference (IIDC), Jakarta, Senin (7/8).
Yanuarius mengatakan statusnya sebagai pemuka agama di Papua kini mengedepankan aksi tanpa kekerasan dan dialog untuk mencari solusi damai di Papua.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia meyakini penyelesaian konflik secara damai sangat dibutuhkan untuk mencegah pertumpahan darah lebih lanjut di Papua.
"Oleh karena itu ada dua pendekatan dialog yang dikembangkan yang ditangani selama ini. Yaitu kami menggunakan untuk mengurangi berbagai permasalahan di Papua, yaitu dialog eksternal dan dialog internal," kata dia.
Selain itu, Yanuarius mengatakan pendekatan lain yang ditempuh mencari solusi damai di Papua dengan pengembangan SDM Papua hingga melibatkan tokoh adat, pemerintah dan gereja.
"Karena Papua setelah dicanangkan dideklarasikan bahwa dari tahun 2002 dimulai dideklarasikan oleh semua pemimpin agama bahwa membangun Papua Tanah Damai," kata dia.
Eskalasi tindak kekerasan di Papua belakangan ini terus-menerus terjadi seperti belum menemui jalan keluar.
Data dari Gugus Tugas Papua Universitas Gadjah Mada (GTP UGM) sebelumnya telah mencatat sejak Januari 2010 hingga Agustus 2022 sedikitnya tercapai 2.165 korban kekerasan kekerasan di Papua.
Jumlah ini terdiri dari 1.668 jiwa mengalami luka-luka dan 497 jiwa meninggal dunia. Jumlah riil korban jiwa diprediksi jauh lebih besar daripada data yang tercatat.
Sementara itu, data Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat 1.182 kasus kekerasan di Papua dilakukan TNI/Polri dan OPM/KKB dalam kurun waktu 2020-2021.
Menurut catatan Komnas HAM, bentuk kekerasan yang terjadi pada warga sipil di Papua termasuk kontak senjata, penembakan, penganiayaan dengan senjata tajam, pembakaran, hingga perusakan barang atau bangunan.
Total korban dalam kurun waktu dua tahun yang dicatat Komnas HAM itu mencapai 47 orang, 24 orang di antaranya meninggal dunia.
(rzr/isn)