Jakarta Diselimuti Polusi, WFH Bukan Solusi Hanya Opsi

CNN Indonesia
Kamis, 17 Agu 2023 06:50 WIB
Work from home (WFH) dinilai bukan sebuah solusi untuk mengatasi permasalahan polusi udara di Jakarta dan sekitarnya.
WFH dinilai bukan sebuah solusi untuk mengatasi polusi udara di Jakarta dan sekitarnya. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah provinsi DKI Jakarta hingga Presiden Joko Widodo dan jajaran menterinya tengah sibuk menyodorkan jurus-jurus untuk mengatasi permasalahan polusi udara di Jakarta dan sekitarnya setelah mendapat sorotan serius dari publik.

Hal itu lantaran kualitas udara di Jakarta terus masuk ke dalam kategori tidak layak hirup (unhealthy). Pada Minggu (13/8) bahkan Jakarta juara satu sebagai kota terpolusi di dunia.

Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 06.00 WIB, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta berada di angka 170 atau masuk dalam kategori tidak sehat dengan polusi udara PM2.5. Hingga hari ini, Rabu (16/8), AQI di Jakarta masih masuk ke dalam kategori sama dengan skor 157.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jokowi mendorong agar adanya pembatasan aktivitas warga di Jabodetabek. Dia pun meminta agar pemberlakuan bekerja dari rumah alias work from home (WFH) dipertimbangkan.

Arahan Jokowi itu ditindaklanjuti oleh Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono. Dia telah menginstruksikan 50 persen aparatur sipil negara (ASN) untuk WFH pada 28 Agustus hingga 7 September 2023.

Instruksi itu disampaikan Heru dalam rangka menyambut pelaksanaan konferensi tingkat tinggi (KTT) ASEAN.

"Khusus KTT kita mulai, kalau DKI saya minta Pak Sekda mulai uji di 28 Agustus masuk 50-50. Sampai tanggal 7," ucap Heru di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (15/8).

Pemerintah Pusat maupun provinsi menganggap penyebab utama kualitas udara di Jakarta buruk adalah faktor pemakaian transportasi yang masif. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut sektor transportasi menyumbang 44 persen atas buruknya kualita udara di Jakarta.

Namun, apakah WFH bisa menjadi solusi?

Pakar Lingkungan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) I Dewa Ayu Agung (IDDA) Warmadewanthi menilai untuk mengatasi permasalahan udara di Jakarta tak cukup dengan WFH.

"WFH saya rasa belum efektif untuk mengurangi ataupun mengatasi masalah polusi udara," kata Warma kepada CNNIndonesia.com, Rabu (16/8).

Menurutnya, pemerintah butuh memberikan solusi yang radikal dan menyeluruh dalam mengatasi permasalahan udara di Jakarta. Sebab, faktor penyebab kualitas udara buruk bukan hanya transportasi.

Faktor lain itu di antaranya aktivitas rumah tangga termasuk pembakaran sampah dan sektor industri termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Meski sempat dielak oleh KLHK bahwa PLTU tak berpengaruh dalam kualitas udara di Jakarta saat ini, tapi Warma menilai pemerintah tak boleh menihilkan dampak dari sektor tersebut.

Warma berpendapat keberadaan industri, termasuk PLTU harus diatur dan mempunyai kajian lingkungan hidup strategis (KLHS). Sehingga, kata dia, bisa diketahui dampak dan risikonya.



"Di dalam Kajian Lingkungan kalau dilaksanakan dengan benar harusnya kan sudah tahu sejauh mana dampak dari pembangunan PLTU itu jangkauan sebaran polusinya dan apa yang harus dilakukan itu sudah ada dalam Kajian Lingkungan dan catatan terpenting harus dilakukan," tuturnya.

Direktur Pure Earth Indonesia Budi Susilorini juga menilai WFH hanya opsi, bukan solusi. Dia menyebut permasalahan polusi udara sudah lama. Permasalahan ini memerlukan strategi yang komprehensif untuk diimplementasikan jangka pendek, menengah dan panjang.

"Mewajibkan WFH bisa sebagai salah satu opsi, tapi bukan solusi," kata Budi kepada CNNIndonesia.com.

Budi mengatakan WFH memang akan mengurangi volume mobilitas warga di dan atau ke Jakarta. Hal itu terbukti saat awal pandemi Covid-19.

"Saat semua orang WFH, langit dan udara Jakarta terlihat lebih bersih," ujarnya.

Namun, kata Budi, ada beberapa pekerjaan yang tidak dimungkinkan untuk WFH. Oleh sebab itu, pemerintah perlu memikirkan solusi lainnya yang konkret.

Perihal volume kendaraan, Budi menyarankan adanya penambahan dan perbaikan secara bertahap sistem transportasi massal. Transportasi itu harus terintegrasi dan aksesibel.

"Termasuk bagi lansia, penyandang disabilitas, warga di sekitar Jakarta, aman dan nyaman," ujarnya.

Dia juga mendorong pemerintah untuk menerapkan rekayasa pembatasan volume kendaraan pengguna jalan di Jakarta.

"Antara lain dengan sistem ganjil/genap dan jalan berbayar," ucap Budi.

Perketat transportasi pribadi, fasilitasi kendaraan umum

Data yang dihimpun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2022, ada sekitar 25,5 juta kendaraan bermotor yang terdaftar beroperasi di DKI Jakarta. Sebanyak 78 persen di antaranya merupakan sepeda motor.

Akademisi Unika Soegijapranata sekaligus Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai selama ini kebijakan yang dimunculkan sepertinya berjalan sendiri-sendiri dan nantinya juga tidak berlangsung lama.

Padahal, kata dia, negara memiliki anggaran yang cukup untuk membereskan buruknya kualitas udara di perkotaan. Buktinya, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian memiliki skema insentif kendaraan listrik untuk tahun 2023 dan 2024 sebesar Rp12,3 triliun.

Insentif itu diberikan Rp5,6 triliun untuk 800.000 unit motor listrik, Rp6,5 triliun untuk 143.449 unit mobil listrik dan Rp192 miliar untuk pembelian 552 unit bus listrik.

Menurut Djoko anggaran itu seharusnya bisa dialihkan untuk mengelektrivikasi kendaraan umum lebih banyak, bukan kendaraan pribadi. Dia menilai saat ini Indonesia sedang mengalami krisis angkutan umum.

"Tentunya, kebijakan kendaraan listrik turut dapat menurunkan atau mengurangi kedua krisis tersebut. Bukannya, justru dengan kebijakan insentif itu akan menambah masalah baru lagi, yakni kemacetan lalu lintas," ujarnya.

Djoko menyebut kendaraan umum listrik itu bisa dioperasikan di kota-kota yang berpotensi menimbulkan polusi udara tinggi, termasuk di Jabodetabek.

Dia menilai buruknya kualitas udara merupakan permasalahan serius yang harus segera diatasi. Berdasarkan pernyataan WHO Global Air Quality Guidelines dampak polusi udara seperti gangguan sistem saraf pusat, kanker paru-paru, penyakit paru obstruktif kronis, asma dan kerusakan fungsi paru-paru.

"Sakit kepala dan kecemasan, iritasi mata, hidung dan tenggorokan, penyakit jantung, gangguan pada hati, limpa, darah, gangguan sistem reproduksi," ucapnya.

(yla/isn)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER