Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tak seperti Demokrat yang geram usai NasDem dan Anies Baswedan menjajaki kerja sama baru dengan PKB jelang Pilpres 2024.
PKS masih memajang baliho besar di kantor DPP. Berbeda dari Demokrat yang memutuskan untuk menurunkan baliho bergambar Anies Baswedan di berbagai wilayah.
DPP PKS menyatakan bahwa sejauh ini mereka memang masih menjalankan keputusan Musyawarah Majelis Syuro yaitu mendukung Anies Baswedan di Pilpres 2024. Tak peduli dengan gejolak di internal Koalisi Perubahan untuk Persatuan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PKS kemungkinan besar bakal mengekor kemanapun Anies Baswedan melangkah di Pilpres 2024. Dengan siapapun rekan partai koalisinya, dan siapapun cawapres pendamping Anies, meski tanpa Demokrat sekalipun.
Ada beberapa faktor yang mungkin mendasari PKS untuk tetap bersama Anies. Mulai dari keuntungan elektoral di pemilihan legislatif hingga ancaman tak bisa ikut Pemilu 2029.
Keuntungan elektoral yang dimaksud adalah PKS berpotensi mendapat banyak suara di pemilihan legislatif (pileg) DPR dan DPRD jika mereka di pilpres mendukung Anies Baswedan. Biasa disebut dengan efek ekor jas atau coat tail effect.
Efek itu terjadi karena pileg dan pilpres digelar secara serentak. Suara pileg yang diperoleh partai politik jadi turut terpengaruh dari dukungan yang diberikan kepada capres-cawapresnya.
Selama ini, sudah terasa jika melihat hasil survei elektabilitas dalam beberapa bulan terakhir. Khususnya setelah PKS mendeklarasikan dukungan kepada Anies.
Lembaga Survei Indonesia (LSI) memprediksi PKS berada di urutan ketiga perolehan suara di Pemilu 2024 berdasarkan hasil survei 1-8 Juli lalu. Hanya kalah dari PDIP dan Gerindra.
Kemudian, hasil survei Voxpol Center Research and Consulting pada 24 Juli - 2 Agustus juga menyatakan hal serupa.
Lalu survei Litbang Kompas periode 27 Juli - 7 Agustus, PKS berada di urutan keenam. Menyalip NasDem. Hasil survey Indikator Politik periode 15-21 Juli juga menempatkan PKS di urutan keenam di atas NasDem.
Memang ada perbedaan prediksi lembaga survei mengenai kans prestasi PKS di Pemilu 2024 usai mendukung Anies Baswedan, tapi secara garis besar tren elektabilitas PKS naik atau setidaknya tidak mengalami penurunan.
Faktor lainnya adalah mesin PKS yang terus bekerja menjelang Pemilu 2024. Baik di level pusat hingga akar rumput.
Tak bisa dipungkiri bahwa simpatisan dan kader PKS di berbagai tingkatan punya militansi yang tinggi. Salah satunya di Depok. Pergerakan PKS begitu militan hingga ke level RT dan RW seperti yang pernah diulas sebelumnya di artikel Selusur Politik: Akar Kuat PKS yang Hendak Dicabut Kaesang.
![]() Infografis Elektabilitas Capres, Cawapres, Parpol Versi Litbang Kompas |
Sempat beredar rumor Petinggi PPP Sandiaga Uno ingin mengajak Demokrat dan PKS bekerja sama. Seirama dengan rumor tersebut, isu berlanjut ke potensi duet Sandiaga Uno-Agus Harimurti Yudhoyono.
Jika demikian, maka PPP dan Demokrat yang mendapat untung elektoral secara maksimal. Pasalnya, dua kader mereka menjadi capres dan cawapres.
Sementara PKS, berpotensi tidak mendapat keuntungan elektoral yang berujung minimnya perolehan suara di pemilihan legislatif.
PKS adalah partai politik. Sama dengan partai politik pada umumnya yang tentu lebih mengutamakan keuntungan partai dibanding sekadar menjaga hubungan baik.
Rasa-rasanya, PKS akan lebih ikut gerbong NasDem dan PKB jika terbentuk ketimbang bersama PPP dan Demokrat.
Partai politik pemilik kursi DPR wajib ikut serta dalam koalisi capres-cawapres. Jika tidak, akan diberi sanksi dilarang mengikuti pemilu lima tahun berikutnya.
Aturan itu tertuang dalam Pasal 235 Ayat (5) UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
"Dalam hal partai politik atau Gabungan Partai Politik yang memenuhi syarat mengajukan Pasangan Calon tidak mengajukan bakal Pasangan Calon, partai politik bersangkutan dikenai sanksi tidak mengikuti pemilu berikutnya."
Kondisi demikian membuat semua partai politik harus ikut serta dalam koalisi capres-cawapres yang didaftarkan ke KPU. Termasuk pula PKS dan Demokrat.
Tidak ada alasan bagi partai politik untuk tidak ikut serta dalam koalisi. Meski terpaksa sekalipun, partai harus terdaftar dalam koalisi jika masih ingin ikut pemilu berikutnya.
Semua asumsi di atas didasari dinamika yang berkembang saat ini. Berbeda halnya jika nanti Anies Baswedan tidak jadi didaftarkan partai politik sebagai calon presiden ke KPU. Masa pendaftaran akan dibuka pada Oktober 2023 mendatang.
(vws)