Polda Kepulauan Riau menegaskan relokasi warga Rempang, Batam, yang terdampak Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City terus berlanjut meski sempat terjadi penolakan hingga bentrok warga dengan aparat pada Kamis (7/9) pekan lalu.
Kabid Humas Polda Kepri Kombes Zahwani Pandra Arsyad mengatakan proses sosialisasi relokasi warga terdampak masih dilakukan.
"Pasca kejadian itu tetap dilakukan suatu sosialisasi bahkan juga melakukan pengukuran (lahan) itu adalah tim terpadu dari BP Batam," kata Pandra saat dihubungi CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Senin (11/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pandra pun mengklaim sejumlah warga telah mendaftarkan lahannya ke posko terdekat untuk direlokasi akibat dampak pembangunan Rempang Eco-City.
"Bahkan masyarakat sudah ada yang mendaftar sudah dibuka posko-posko untuk mendaftar dia akan mendapatkan lokasinya (relokasi) dimana setelah dia mendaftar," jelas Pandra.
"Dan sampai saat ini kondusif tidak terjadi apa-apa," imbuhnya.
Lebih lanjut, ia membantah narasi yang menyebut Pemerintah hendak menggusur warga Rempang. Menurutnya, Pemerintah hanya melakukan relokasi dengan melakukan pengosongan lahan.
"Jadi sekali lagi bukan penggusuran tapi mereka akan dilakukan pengosongan, nanti dialihkan dengan kehidupan yang lebih baik, selaras sejalan dengan pembangunan nasional, pembangunan PSN," ujar Pandra.
Kendati demikian, Pandra mengaku ratusan aparat gabungan tetap disiagakan di lokasi untuk mengamankan situasi.
Ia pun meminta maaf kepada masyarakat lantaran upaya pengamanan yang dilakukan oleh aparat gabungan telah berdampak kepada masyarakat.
"Dalam kesempatan ini apabila ada tindakan kami di lapangan yang tentunya mendapatkan ekses yang kurang membuat masyarakat kurang nyaman kami mohon maaf," jelasnya.
Bentrok aparat dengan warga yang menolak relokasi imbas PSN Rempang Eco-City terjadi pada Kamis pekan lalu. Dalam bentrok itu sejumlah warga terluka dan anak sekolah terkena gas air mata.
Tim Advokasi warga mendesak agar Polresta Barelang (Batam, Rempang, Galang) segera mencabut status tersangka terhadap delapan warga usai bentrok antara aparat dan warga di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau pada Kamis (7/9) lalu.
"Mendesak Kapolresta Barelang menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan terhadap 8 orang warga Rempang-Galang yang telah ditetapkan tersangka," lewat rilis Tim Advokasi untuk Kemanusiaan Rempang, Senin.
Jumlah tersangka itu berbeda dengan polisi. Versi polisi hanya ada tujuh tersangka. Tapi menurut Tim Advokasi ada delapan warga ditetapkan tersangka.
Awalnya, polisi menetapkan tujuh tersangka. Namun pada 8 September Tim Advokasi menyebut ada 2 orang dari Aliansi Pemuda Melayu diamankan saat sedang mengantarkan surat pemberitahuan aksi ke Polresta Barelang.
"Dari kedua yang amankan tersebut salah satunya kemudian dilepaskan dan satunya lagi ditetapkan sebagai tersangka, sehingga total tersangka menjadi 8 orang," demikian rilis Tim Advokasi.
Sekretaris PHB Peradi Batam, Nofita Putri Manik juga menduga ada penyiksaan aparat terhadap warga. Hal itu, kata Nofita, ditunjukkan dari salah satu warga yang mengalami gangguan kesehatan.
"Di dalam tahanan salah satu warga yang didampingi oleh Tim Advokasi juga mengalami gangguan kesehatan, seperti mata merah, sakit kepala, sakit punggung dan sampai muntah-muntah, kami menduga hal tersebut terjadi karena kekerasan dan penggunaan kekuatan berlebihan pada Kamis lalu," tuturnya.
Selain itu, perwakilan YLBHI-LBH Pekanbaru, Noval Setiawan turut menyayangkan tindakan aparat yang represif. Padahal, menurutnya, warga hanya ingin mempertahankan kampung mereka dari pemasangan patok dan penggusuran proyek Rempang Eco-City.
"Seluruh jajaran Polri untuk menghentikan seluruh upaya pemidanaan yang dipaksakan terhadap warga yang memperjuangkan tanah dan kampung mereka," pungkasnya.
Bentrok warga dan aparat terjadi saat Badan Pengusahaan (BP) Batam berencana melakukan pengukuran dan mematok lahan yang akan digunakan untuk investasi di Pulang Rempang dan Galang.
Ribuan rumah warga yang terkena proyek strategis nasional itu rencananya akan direlokasi ke sebuah lokasi di Sijantung. Namun, warga setempat masih keberatan atas rencana tersebut.
Bentrokan pun tidak dapat dihindari ketika polisi berusaha menerobos barikade warga. Aparat membawa water canon dan gas air mata untuk membubarkan massa. Sementara massa mencoba melawan dengan melempari aparat menggunakan batu.
(mab/pan/wis)