Masyarakat yang menolak proyek strategis nasional (PSN) di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, akan berangkat ke Jakarta. Mereka ingin bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD untuk membahas pembangunan kawasan Rempang Eco City.
Juru Bicara Kerabat Masyarakat Adat Temapatan (Keramat) Suardi Monggok mengatakan mereka telah mengirimkan surat ke kantor Kemenko Polhukam pada Minggu (10/9). Ia menjelaskan surat tersebut berisi mandat dari warga di 16 Kampung Tua Melayu.
Adapun surat itu ditulis pada 7 September 2023. Di dalam surat, mereka menyampaikan niat untuk datang ke Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam waktu dekat, kami keluarga besar Keramat bermaksud berangkat ke Jakarta untuk membahas dan berdiskusi langsung terkait rencana pegembangan Rempang oleh pemerintah pusat yang melibatkan PT Makmur Elok Graha," demikian isi surat tersebut, dikutip Selasa (12/9).
Lihat Juga : |
Mereka merasa tak pernah dilibatkan dalam perencanaan pembangunan kawasan Rempang Eco City. Lewat surat itu, warga berharap Mahfud dapat menerima kunjungan mereka.
"Sebagai warga Tempatan yang sudah puluhan bahkan ratusan tahun mendiami kampung, kami merasa selama ini tidak pernah dilibatkan proses perencanaan pembangunan yang dimaksud. Berkenaan dengan hal ini, kami memohon kesediaan Bapak untuk menerima kunjungan rombongan," lanjut surat itu.
Suardi mengatakan belum ada respons soal surat tersebut. Karena itu, dia belum bisa menjelaskan jadwal audiensi dengan Mahfud.
Rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City memicu konflik lahan di Pulau Rempang dan sekitarnya. Proyek itu masuk dalam PSN tahun ini sesuai Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 dan ditargetkan bisa menarik investasi hingga Rp 381 triliun pada tahun 2080.
Berdasarkan situs Badan Pengusahaan (BP) Batam, proyek ini akan memakan 7.572 hektare lahan Pulau Rempang atau 45,89 persen dari keseluruhan lahan pulau Rempang yang memiliki luas sebesar 16.500 hektare.
Sejumlah warga terdampak pun harus direlokasi demi pengembangan proyek ini. Sebagai kompensasi, Kepala BP Batam Muhammad Rudi menyatakan pemerintah menyiapkan rumah tipe 45 senilai Rp120 juta dengan luas tanah 500 meter persegi.
Namun, warga menolak. Bentrokan antarwarga dan aparat gabungan TNI-Polri sempat pecah saat aksi demonstrasi warga pada 7 September dan 11 September. Sejumlah warga ditangkap.
(pan/tsa)