Delapan Fraksi Sepakat RUU IKN Dibawa ke Paripurna, PKS Menolak
Pemerintah dan Komisi II DPR sepakat membawa rancangan UU tentang Perubahan atas UU 3/2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) ke rapat Paripurna untuk disahkan jadi undang-undang.
Kesepakatan itu diambil perwakilan pemerintah dan Komisi II DPR dalam pembahasan pada rapat pleno tingkat I pada, Selasa (19/9) ini.
Sebanyak tujuh fraksi yang terdiri dari Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PAN, dan PPP setuju RUU IKN itu dilanjutkan dibahas di tingkat paripurna. Sementara Demokrat sepakat dengan catatan.
PKS menjadi satu-satunya fraksi yang menolak RUU IKN itu untuk dibawa ke paripurna guna pengesahan.
"Apakah kita bisa menyetujui rancangan undang-undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara ini?" kata Ketua Komisi I Ahmad Doli Kurnia, Selasa (19/9).
"Setuju," jawab sejumlah peserta rapat serempak.
Lihat Juga : |
Pada saat yang bersamaan, Wakil Ketua Komisi II Junimart Girsang terdapat tiga alasan untuk melakukan revisi.
Pertama, penguatan kedudukan kelembagaan otorita IKN.
"Penguatan kedudukan kelembagaan Otorita IKN sebagai penyelenggara 4P, persiapan, pembangunan, dan pemindahan ibu kota negara, serta penyelenggaraan pemdasus di IKN," ucap Junimart.
Kemudian untuk memberikan kejelasan terhadap status tanah yang dimiliki masyarakat. Termasuk pengaturan tanah yang bersifat khusus alias lex specialist di IKN dalam mendukung investasi.
Terakhir, guna memberikan kepastian hukum atas keberlanjutan kegiatan 4P dalam rangka percepatan pembangunan IKN.
Sikap Demokrat dan PKS atas RUU IKN
Adapun Demokrat yang setuju dengan catatan menyampaikan sejumlah pandangannya atas sikap Demokrat.
Anggota Komisi II Fraksi Demokrat Mohamad Muraz mengatakan melalui revisi UU IKN, otorita IKN akan memiliki kewenangan yang lebih luas lagi.
Ia menyampaikan lembaga itu akan berwenang untuk membuat perencanaan, pengelolaan keuangan, pengelolaan aset, pengelolaan SDM, penguasaan tanah, perjanjian kerjasama hingga perbuatan peraturan-peraturan lainnya.
"Dalam kegiatan persiapan pembangunan pemindahan Ibu Kota Negara serta penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus," tutur Muraz.
Muraz menilai kewenangan yang melekat pada otorita itu berpotensi overlapping dengan kementerian atau lembaga lainnya. Selain itu, ia menilai kewenangan khusus itu dianggap sangat besar untuk lembaga setingkat kementerian.
"Karena itu pengawasan otorita IKN harus secara tetap dilakukan agar proses check in balances tetap Terlaksana," ucapnya.
Sementara itu, Teddy Setiadi mewakili Fraksi PKS menyatakan penolakan. Namun, ia tidak menjelaskan catatan dari partai terkait sikap itu.