PSI Punya Opsi Jomlo, Tak Dukung Siapapun di Pilpres 2024
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) membuka opsi jomlo atau tidak mendukung siapapun di Pilpres 2024 mendatang.
Pernyataan itu disampaikan Juru Bicara PSI, Sigit Widodo sekaligus merespons kabar partai merah putih bakal mendukung Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
"Sementara kami masih terbuka untuk mendukung siapapun, bahkan masih ada opsi untuk tetap jomlo," kata dia kepada CNNIndonesia.com, Senin (9/10).
Menurut Sigit, sikap partainya di Pilpres 2024 masih menunggu cawapres yang bakal dipinang Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
Menurut dia, PSI pimpinan Kaesang Pangarep tak akan memberi dukungan jika cawapres yang dipilih koalisi Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto tak sesuai kriteria.
"Kalau pasangan capres dan cawapresnya tidak ada yang sesuai dengan kriteria PSI, kami akan memilih opsi itu [jomlo]," kata Sigit.
PSI memiliki dua kriteria yang harus dimiliki seorang cawapres, yakni harus meneruskan program Presiden Joko Widodo dan berani mengambil keputusan sulit.
"Kalau soal nama, nanti kita lihat saja saat diumumkan," kata dia.
PSI memiliki dua kriteria yang harus dimiliki seorang cawapres, yakni harus meneruskan program Presiden Joko Widodo dan berani mengambil keputusan sulit.
Respons Aturan UU Pemilu
Sigit turut merespons aturan yang menyebut partai peserta pemilu harus menyatakan dukungan kepada pasangan capres cawapres. Ketentuan itu diatur Pasal 235 Ayat 5 Undang-undang (UU) tentang Pemilu.
"Dalam hal partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat mengajukan pasangan calon tidak mengajukan bakal pasangan calon, partai politik bersangkutan dikenai sanksi tidak mengikuti pemilu berikutnya," demikian bunyi pasal tersebut.
Sigit menilai aturan tersebut ambigu. Menurut dia, bunyi klausul pasal itu tak menyebutkan tegas pengusung capres cawapres hanya untuk pemilik kursi DPR atau mencakup partai non parlemen.
Sebab, kata dia, jika yang dimaksud syarat pengusung capres-cawapres adalah memiliki kursi di DPR, partai non-parlemen seperti PSI tak memilikinya.
"Kalau koalisi pengusung pasangan capres menggunakan jumlah kursi, artinya partai non parlemen tidak dianggap sebagai pengusung. Kalau menggunakan jumlah suara, bisa dianggap sebagai pengusung," kata Sigit.
"Jadi masih ada peluang untuk partai non parlemen tidak mengajukan pasangan capres-cawapres," imbuhnya.
(thr/bmw)