Mantan Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Yohan Suryanto divonis dengan pidana 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta dalam kasus korupsi BTS 4G dan infrastruktur BAKTI Kominfo.
Yohan dinilai terbukti turut serta melakukan tindak pidana korupsi pembangunan menara Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 BAKTI Kominfo.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Yohan Suryanto dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan," ujar Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (8/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hakim turut menjatuhkan hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp400 juta dikurangkan uang yang telah disita Rp43 juta, subsider 1 tahun penjara.
Yohan dinilai majelis hakim telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam menjatuhkan putusan pidana tersebut, hakim mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan. Hal memberatkan adalah tidak membantu program pemerintah dalam memberantas korupsi dan melaksanakan tugas tidak secara serius mendukung proyek besar BTA 4G di BAKTI Kominfo.
Selain itu, terdakwa tidak menyertakan tim ahli di Hudev UI
Sedangkan hal meringankan yaitu terdakwa belum pernah dihukum dan mempunyai tanggungan keluarga.
Atas vonis majelis hakim tersebut, Yohan pun menyatakan pikir-pikir untuk banding.
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum yang ingin Yohan dihukum dengan pidana enam tahun penjara, denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan dan uang pengganti Rp399 juta subsider tiga tahun penjara.
Adapun kasus korupsi penyediaan menara BTS ini menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp8 triliun. Jumlah tersebut berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Menimbang bahwa sebesar Rp1,7 triliun majelis berpendapat bahwa pengembalian tersebut masuk ke kas negara, sehingga kerugian berkurang menjadi Rp6,2 triliun," kata hakim anggota Sunarto dalam sidang pembacaan vonis tersebut.