Anwar Usman soal Satir Mahkamah Keluarga: Mudah-mudahan Diampuni Allah
Hakim Konstitusi Anwar Usman menjawab tudingan kepentingan keluarga dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat minimal usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Menurutnya, hal itu perlu untuk diluruskan kepada masyarakat.
"Saya tidak pernah berkecil hati sedikit pun terhadap fitnah yang menerpa saya, keluarga saya selama ini, bahkan ada yang tega mengatakan MK sebagai Mahkamah Keluarga, Masya Allah, mudah-mudahan diampuni oleh Allah SWT," ujar Anwar dalam konferensi pers di Gedung MK, Jakarta, Rabu (8/11).
"Namun, fitnah keji yang menerpa saya, bahwa saya memutus perkara tertentu berdasarkan kepentingan pribadi dan keluarga, hal itulah yang harus diluruskan," tambahnya.
Anwar mengklaim sebagai negarawan harus berani mengambil keputusan demi generasi yang akan datang. Ia juga mengklaim keputusan Mahkamah Konstitusi bukan hanya berlaku untuk hari ini, tapi berlaku untuk generasi yang akan datang.
"Berbeda halnya dengan politisi, ya mohon maaf, yang mengambil keputusan berdasarkan kepentingan pemilu yang sudah menjelang. Putusan Mahkamah Konstitusi sekali lagi tidak berlaku untuk saat ini saja, tetapi berlaku untuk seterusnya," kata Anwar yang merupakan ipar Presiden Joko Widodo itu.
Dalam kesempatan itu, Anwar, yang berstatus sebagai paman dari cawapres Gibran Rakabuming itu juga menegaskan bahwa dirinya tetap mematuhi asas dan norma yang berlaku di dalam memutus Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai batas usia itu.
Anwar juga menjelaskan soal isu konflik kepentingan atau conflict of interest. Ia menyebut sejak kepemimpinan Jimly Asshiddiqie sudah terdapat pengertian dan penjelasan mengenai conflict of interest.
Hal itu tercantum dalam Putusan Nomor 004/PUU-I/2003, Putusan 066/PUU-II/2004, Putusan Nomor 5/PUU-IV/2006 yang membatalkan Pengawasan KY Terhadap Hakim Konstitusi.
Selanjutnya, pada Putusan Nomor 48/PUU-IX/2011 dan Putusan Nomor 49/PUU-IX/2011 di era kepemimpinan Mahfud MD. Anwar juga menyebut Putusan Nomor 97/PUU-XI/2013 dan Putusan Nomor 1-2/PUU-XII/2014 yang membatalkan Perppu MK di era kepemimpinan Hamdan Zoelva. Lalu, Putusan Perkara Nomor 53/PUU-XIV/2016 dan Putusan Nomor 53/PUU-XIV/2016 di era kepemimpinan Arief Hidayat.
"Selanjutnya Putusan Perkara Nomor 96/PUU-XVIII/2020. Dalam putusan tersebut, terhadap pengujian Pasal 87A karena norma tersebut menyangkut jabatan Ketua dan Wakil Ketua, dan ketika itu saya adalah Ketua MK, meskipun menyangkut persoalan diri saya langsung, namun saya tetap melakukan dissenting opinion, termasuk kepentingan langsung Prof. Saldi Isra dalam pasal 87b terkait dengan usia yang belum memenuhi syarat," kata dia.
Majelis Kehormatan MK (MKMK) telah menyatakan Anwar terbukti melanggar etik berat terkait konflik kepentingan dalam putusan MK soal syarat minimal usia capres-cawapres.
Anwar pun dijatuhi sanksi pemberhentian Anwar Usman dari jabatan Ketua MK. Amar putusan itu dibacakan oleh Ketua MKMK Jimly Ashhiddiqie di Gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11) malam.
Jimly menjelaskan keputusan ini diambil setelah MKMK melakukan pemeriksaan terhadap Anwar dan mengumpulkan fakta serta pembelaan dari Anwar. Di antara sembilan hakim MK, Anwar diperiksa MKMK dua kali dalam dugaan pelanggaran etik ini.
Ada 21 laporan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi yang dilayangkan sejumlah pihak. Anwar menjadi pihak yang paling banyak dilaporkan, yakni 15 laporan.
Sebelumnya, MK telah memutus permohonan terkait syarat minimal usia capres-cawapres. Permohonan yang dikabulkan adalah Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Pada putusan tersebut, MK menambah ketentuan syarat minimal capres-cawapres. Capres-cawapres tidak harus mencapai usia 40 tahun jika sudah pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih lewat pemilu termasuk pilkada.
Putusan itu akhirnya membuka pintu bagi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang masih berusia 40 tahun untuk maju di Pilpres 2024. Adapun Gibran juga berstatus sebagai putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) sekaligus keponakan Anwar Usman yang saat itu menjabat sebagai Ketua MK.