Menko Polhukam Mahfud MD mengaku mengenal dekat dengan Suhartoyo yang baru saja terpilih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menggantikan Anwar Usman.
Mahfud mengatakan Suhartoyo merupakan teman kuliahnya saat menempuh pendidikan S1 di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
"Saya kenal Suhartoyo itu sebagai teman sekolah saya, satu kelas ketika kuliah program S1 Fakultas Hukum UII Yogyakarta. Satu angkatan, satu kelas, satu kelompok belajar juga," kata Mahfud di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (9/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mahfud tahu siapa Suhartoyo sejak lama. Dia berharap rekan kuliahnya itu masih sama dan mampu memimpin dan menjaga muruah Mahkamah Konstitusi.
"Saya berharap dia tetap baik-baik seperti yang dulu lah ketika bermain-main dengan saya ketika di kampus," ucapnya.
Mahfud menilai Suhartoyo belum berubah. Dia berharap Suhartoyo benar-benar amanah dalam memimpin MK.
"Sampai saat ini sih rasanya teman saya ini masih bisa diharapkan. Mudah-mudahan tidak terkontaminasi dan tidak membiarkan MK rusak. Harus diperbaiki dan memperbaiki," tuturnya.
Hakim Konstitusi Suhartoyo terpilih menjadi Ketua MK menggantikan Anwar Usman yang terbukti melanggar etik berat terkait konflik kepentingan dalam putusan MK soal syarat usia capres-cawapres.
Suhartoyo akan dilantik Gedung MK, Jakarta Pusat pada Senin mendatang (13/11).
Sebelumnya, MKMK memutuskan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran etik berat terkait konflik kepentingan dalam putusan MK yang mengabulkan soal syarat usia cawapres.
MKMK juga mencopot Anwar Usman dari jabatan Ketua MK. Anwar dilarang mencalonkan diri atau dicalonkan lagi sebagai pimpinan MK hingga masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.
Ia pun dilarang terlibat dalam urusan penyelesaian hasil pemilu dan pilkada yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Selain putusan terhadap Anwar, MKMK juga menyatakan semua hakim konstitusi melanggar kode etik karena membiarkan kebocoran mengenai rapat permusyawaratan informasi hakim (RPH). Mereka menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif.
Sementara itu, hakim konstitusi Arief Hidayat menerima sanksi tambahan berupa teguran tertulis hasil pendapatnya di ruang publik.
(ina/bmw)