Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana meminta Mahkamah Konstitusi (MK) memproses lebih cepat uji formil Putusan 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas usia capres-cawapres.
Menurut Denny, uji formil harus segera disidang agar tidak terus terbebani sebagai putusan yang lahir dari pelanggaran etik berat.
"Terhadap Putusan 90 yang sudah final and binding, agar tidak terus terbebani sebagai putusan yang lahir dari pelanggaran etik, maka kami mengusulkan MK menyidangkan permohonan atas UU Pemilu, terkait syarat umur," kata Denny dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga, kalaupun ada perubahan atas Putusan 90, dilakukan melalui Putusan MK sendiri, termasuk misalnya dengan mempertimbangkan dan memutus permohonan uji formil atas Putusan 90 yang saya dan Zainal Arifin Mochtar ajukan," imbuhnya.
Denny juga meminta MK agar memutus lebih cepat gugatan tersebut. Dia mengusulkan putusan itu dikeluarkan sebelum Senin depan (13/11) atau hari ditetapkannya capres-cawapres peserta Pilpres 2024 oleh KPU.
"Tetap dengan menjaga proses yang independen dan akuntabel, kami mengusulkan MK memutus dengan cepat, lebih baik lagi jika sebelum tanggal 13 November, batas akhir penetapan paslon Pilpres 2024," tuturnya.
"Putusan yang cepat itu diperlukan dilakukan MK, untuk menguatkan legitimasi Pendaftaran Paslon, dan Pilpres 2024 secara keseluruhan," sambungnya.
Uji formil atas putusan nomor 90 itu diajukan Denny bersama koleganya, pakar Hukum Tata Negara dari UGM Zainal Arifin Mochtar.
Dalam keterangan tertulis pada awal bulan ini, Denny dan Zainal menyatakan mereka mengajukan uji formil untuk memastikan koreksi yang mendasar atas Putusan 90 tersebut. Belakangan pada Selasa (7/11) lalu Majelis Kehormatan MK (MKMK) memutuskan hakim konstitusi Anwar Usman terbukti melanggar etik berat terkait konflik kepentingan dalam putusan perkara 90 itu.
Putusan 90 itu menjadi jalan bagi anak Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang masih berusia 36 maju Pilpres 2024 sebagai bacawapres mendampingi Prabowo Subianto. Meskipun Anwar Usman dinyatakan langgar etik berat, MKMK tak bisa menindaklanjuti perihal keabsahan putusan MK nomor 90 itu.
Dalam keterangannya pada Kamis ini, Denny mengaku menghormati putusan MKMK terkait laporan dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim.
"Ini budaya hukum yang harus kita bangun, tentu dengan tetap membuka ruang diskusi akademik yang bertanggung jawab, atas putusan MKMK tersebut," ucapnya.
Putusan MKMK menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran etik berat. Anwar dijatuhi sanksi pencopotan jabatan dari Ketua MK.
Namun, dia menyayangkan Anwar masih berada dalam jajaran hakim konstitusi. Denny pun mendorong agar Anwar Usman mundur.
"Terkait Putusan 90, MKMK menyatakan ada pelanggaran berat yang dilakukan oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman, karenanya kami mengusulkan, Anwar Usman berbesar hati untuk mengundurkan diri, agar tidak terus membebani Mahkamah Konstitusi," tegas Denny.
Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com pada laman MK per pukul 18.40 WIB, Kamis ini, belum ada jadwal sidang terkait uji formil yang diajukan Denny dan Zainal tersebut antara Jumat (10/11) hingga Rabu (15/11).
CNNIndonesia.com telah menghubungi Jubir MK Fajar Laksono untuk meminta tanggapan terkait permohonan itu. Namun, dia belum juga merespons.
Sebelumnya, Anwar dinilai terlibat benturan kepentingan dalam memutus perkara 90 soal syarat usia minimal calon presiden dan wakil presiden. Sebab, putusan itu membuat Gibran Rakabuming Raka yang merupakan keponakan Anwar bisa melenggang di Pilpres 2024 meskipun belum memenuhi syarat usia minimal 40 tahun di UU Pemilu.
Lewat putusan perkara 90, mahkamah membolehkan seseorang berusia di bawah 40 tahun jadi capres atau cawapres selama berpengalaman jadi kepala daerah yang dipilih melalui pemilu.
Lewat putusan MKMK, selain diberhentikan sebagai Ketua MK, Anwar juga tidak berhak mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK hingga masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir
(yla/kid)