Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir mewanti-wanti agar oligarki koalisi tak terjadi lagi usai Pilpres 2024 di depan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut tiga, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.
Pernyataan itu disampaikan Haedar dalam seri dialog publik bersama Ganjar-Mahfud di kampus UMJ, Jakarta, Kamis (23/11).
Haedar bercerita suatu kasus penyusunan UU di DPR yang menurut dia, penuh dengan tarik menarik hingga akhirnya justru tak menampung aspirasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia, pengesahan UU di DPR akhirnya tak lebih dari oligarki koalisi. Penyusunan UU kerap tidak memperhatikan masukan dan suara kelompok kekuatan masyarakat seperti Muhammadiyah dan NU.
"Akhirnya karena apa yang bisa diputuskan di dewan, itu hasil dari oligarki koalisi yang, ya kun fayakun. Setiap UU yang dikehendaki apapun jadi. Tidak peduli suara Muhammadiyah, NU, dan semua kekuatan masyarakat," kata dia.
Haedar mengaku tak ingin sejumlah kasus yang terjadi belakangan, seperti penyusunan UU dalam waktu singkat terus terulang ke depan.
"Sehingga, dan apalagi jangan sampai ke depan ada UU yang kemudian minhaitsu la yahtasib diputuskan dalam tempo sesingkat-singkatnya," kata dia.
Lebih lanjut, Haedar juga mengingatkan Ganjar-Mahfud tak membuat visi misi di luar kemampuan. Haedar mengingatkan Ganjar-Mahfud agar janji-janji mereka tetap masuk akal.
"Kalau toh berjanji, berjanjilah yang objektif, untuk dan atas nama bangsa. Jangan bikin janji-janji yang nanti di luar kemampuan," ucap Haedar.
Dia menyebut bahwa janji dan visi misi capres-cawapres juga harus bisa diterima masyarakat dan unsur kekuatan masyarakat seperti Muhammadiyah dan NU.
Haedar lebih lanjut mengingatkan kepada Ganjar-Mahfud agar terus mendengar kekuatan masyarakat seperti Muhammadiyah. Sebab menurut dia, suara Muhammadiyah adalah suara masyarakat.