Petani di sekitar lereng Gunung Marapi, Sumatera Barat tetap beraktivitas meski erupsi masih terjadi. Padahal pemerintah desa setempat telah memberikan larangan beraktivitas di sekitar gunung sementara waktu.
"Kami sudah memberikan peringatan dan imbauan larangan kepada warga Batu Palano yang 90 persen dari 3.000 warga adalah petani. Tapi sebagian kecil masih beraktivitas," kata Kepala Desa Batu Palano Darizal, Senin (4/12).
Imbauan yang disampaikan berupa kewaspadaan dan selalu memonitor perkembangan erupsi Gunung Marapi. Pemerintah desa juga memanfaatkan pengeras suara di mesjid dan mushala daerah setempat.
Darizal mengungkap warga di sekitar lereng gunung telah terbiasa dengan hembusan abu vulkanik walaupun erupsi yang terjadi pada Minggu (03/12) memiliki intensitas yang lebih besar.
"Di awal erupsi, memang sebagian besar langsung berhenti berladang karena adanya suara gemuruh yang cukup besar, namun tidak berapa lama mereka kembali bekerja seperti biasa," katanya.
Batu Palano berjarak lima kilometer dari puncak Gunung Marapi. Daerah ini juga menjadi pintu masuk para pendaki gunung. Darizal menyebut warga merasa tak khawatir lantaran saat erupsi terjadi gunung tertutup kabut.
"Kebetulan tidak terlihat letusannya, yang terasa hanya getaran dan disangka warga adalah gempa kecil, ada lima desa kecil atau jorong di daerah ini, Jorong Simpang 4, Simpang 3, Padang Tarok, Giring-Giring dan Aceh Baru," kata Darizal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah seorang petani cabai di Batu Palano, Husniah (50) mengaku sempat dilarang ke ladang oleh anaknya karena takut terdampak erupsi, tapi ia bersikeras tetap bekerja.
"Awalnya memang dilarang anak, namun karena erupsi yang lalu juga tidak terlalu mengganggu, maka saya kembali saja ke ladang," kata dia.
Sungai Pua menjadi daerah pertanian subur di Sumatera Barat dengan ragam hasil tani berupa cabai, tomat, wortel, kol dan sawi.
"Hasil panen musim ini cukup berhasil, semua kami jual hingga luar daerah, paling banyak pesanan ke Riau," pungkas Husniah.