Eks Sekretaris Jenderal Partai Rakyat Demokratik (PRD) Petrus Hariyanto mengkritisi sikap koleganya, Budiman Sudjatmiko yang seolah-olah meminta agar kasus pelanggaran HAM masa lalu dilupakan dan fokus pada masa depan Indonesia.
Petrus menegaskan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu perlu dituntaskan dan tak boleh dipendam.
"Maka dari itu kami menyerukan, kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, pelanggaran HAM berat masa lalu, khususnya juga kasus penculikan tidak boleh ditutup. Kasus HAM tidak boleh dipendam," kata Petrus dalam orasinya di Panggung Rakyat bertajuk 'Bongkar' di Stadion Madya Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (9/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Panggung itu digelar Aliansi Selamatkan Demokrasi Indonesia (ASDI) yang menampilkan penampilan sejumlah musisi hingga orasi sejumlah tokoh aktivis.
Petrus yang duduk di kursi roda menyampaikan perasaannya soal sikap yang diambil Budiman yang merupakan sahabatnya di masa aktivisme melawan Orde Baru. Pada Pilpres 2024 ini, Budiman kini telah mendukung calon presiden nomor urut dua Prabowo Subianto.
Petrus mengatakan bersama Budiman sempat membangun gerakan melawan rezim Orde Baru yang dipimpin Soeharto hingga masuk bui bersama sebagai tahanan politik kala itu.
"Kami harus masuk ke dalam penjara, kawan kami juga ada yang terbunuh, kawan kami juga ada yang diculik," kata dia.
Petrus menegaskan bersama para aktivis Reformasi 1998 kala itu memiliki utang terhadap masa lalu. Baginya, kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dan kasus penculikan harus diselesaikan. Ia menilai tidak akan ada masa depan yang cerah bagi bangsa, jika utang masa lalu tidak dituntaskan..
"Kembalikan kawan kami. Tolak politik imunitas. Tolak dinasti politik. Tolak korupsi, tolak nepotisme, tolak kolusi. Hanya ada satu kata, lawan," kata Petrus.
![]() |
Ekonom senior Faisal Basri menilai ada pihak yang membentuk siluman Rayap-Kecoa yang bertaring tajam untuk membangun kerajaan lewat politik dinasti di Indonesia
"Untuk membangun kerajaan lewat politik dinasti. Mereka membentuk kawanan siluman rayap dan kecoa, yang bertaring tajam mengusik rumah Indonesia," kata Faisal dalam orasinya di Panggung Rakyat bertajuk 'Bongkar'.
Faisal menilai kondisi Indonesia saat ini makin memprihatinkan lantaran digerogoti praktik-praktik korupsi. Dia mengibaratkan Indonesia sebagai rumah yang tiang-tiangnya goyah karena diserbu koruptor yang disebutnya sebagai rayap dan kecoa.
Melihat persoalan tersebut, Faisal meminta masyarakat tidak diam dan melawan praktik terhadap korupsi dan politik dinasti. Tujuannya supaya supaya pilar-pilar negara tidak semakin rapuh dan runtuh.
"Mereka kian menggerogoti segala penjuru rumah. Menyerang fondasinya, menyerbu pilar-pilar rumah kita. Tak pelak rumah Indonesia menjadi oleng akibat polah mereka. Kita semua berada di sini untuk memastikan rumah Indonesia tidak menuju kehancuran, tidak menuju keruntuhan," kata dia.
![]() |
Lihat Juga : |
Pada kesempatan ini, elemen masyarakat yang mengatasnamakan Aliansi Selamatkan Demokrasi Indonesia (ASDI) turut menyatakan enam poin pernyataan sikapnya jelang Pemilu 2024.
Perwakilan ASDI, Aida Leonardo mendesak negara harus memulihkan hak masyarakat dan mengehentikan represi aparat kepada warga yang bersuara kritis di pelbagai bidang seperti HAM, lingkungan, hak perempuan atau kesetaraan gender, hak-hak adat dan antikorupsi, juga isu keragaman.
Sikap kedua, kata Aida, ASDI mendesak negara memulihkan penegakan hukum atas perilaku korupsi, pelanggaran berat hak asasi, dan kejahatan ekologis.
"Memilih pemimpin dalam seluruh tingkatan yang faham terhadap hak asasi, punya integritas tinggi, tidak punya jekak melalukan pelanggaran hak asasi dan kekuasan inklusif dan menjunjung kesetaraan," kata Aida dalam pernyataan sikap nomor tiga.
Kemudian Aida turut meminta supaya negara menghentikan segala bentuk penggunaan aparat penegak hukum untuk hal apapun. Kecuali bagi penegakan hukum yang jujur, adil dan bermartabat.
Desakan kelima, kata Aida, mereka meminta negara harus memilihkan integritas DPR, dan setop menyalahgunakan KPK maupun MK demi kepentingan keluarga dan golongan sendiri.
"Menjaga pemilu jujur, adil, damai, bermartabat dan inklusif," kata Aida.
![]() |
Sejumlah musisi hingga tokoh mengisi panggung rakyat tersebut.
Beberapa di antaranya adalah Fajar Merah, putra aktivis yang diculik Orba dan masih misterius hingga saat ini, Wiji Thukul. Putri bungsu Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Inayah Wahid. Dan sejumlah musisi dari mulai grup etnik Horja Bius, Once, Gugun Blues Shelter, Iwa K, Doms Dee, dan Dhea Siregar.
Pun ada Marjinal, Pas Band, Endank Soekamti, Kotak, hingga Jamrud.
Fajar dalam salah satu penampilannya di panggung membacakan puisi karya ayahnya yang berjudul Momok Hiyong. Puisi itu berisi kritik terkait penyalahgunaan kekuasaan oleh penguasa yang menggelapkan masa depan rakyat.
"Emas doyan, hutan doyan/Kursi doyan, nyawa doyan/Luar biasa/Tanah air digadaikan," demikian penggalan puisi yang dibacakan Fajar.
(rzr/kid)