Komite Independen Sadar Pemilu (KISP) bersama Muda Bicara ID mengungkap Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming menjadi pasangan calon presiden-wakil presiden Pilpres 2024 dengan pengeluaran biaya iklan digital paling tinggi dibanding dua paslon lain.
Koordinator Umum KISP M Edward Trias Pahlevi menuturkan, temuan itu berdasarkan hasil pemantauan belanja iklan digital di Meta (Facebook dan Instagram) paslon Pilpres 2024.
Menurut Edward, iklan digital yang digali berada sepanjang periode sejak penetapan paslon pada 14 November 2023 sampai 10 hari pertama masa kampanye atau hingga 9 Desember 2023 kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam bagan KISP bersama Muda Bicara ID yang diolah dari Galeri Iklan Meta, paslon nomor urut 2, Prabowo-Gibran mempublikasikan sebanyak 1.368 konten iklan dengan total pengeluaran Rp840.197.906.
"Prabowo-Gibran menjadi pasangan dengan pengeluaran biaya iklan digital tertinggi selama periode tersebut. Analisis menunjukkan komitmen dan fokus yang kuat dari pasangan ini dalam memanfaatkan media sosial sebagai platform utama untuk kampanye," kata Edward dalam keterangan dikutip dari laman resmi KISP.
Hasil pemantauan mendapati akun resmi Prabowo Subianto dengan nama penerbit 'Koalisi Adil Makmur' yang masuk dalam daftar 11 top pengiklan kampanye digital Prabowo-Gibran. Jumlah konten yang dikeluarkan 83, sementara biayanya Rp404.539.467.
Kata Edward, ini menjadi sorotan dalam analisis kampanye di media sosial. Menurut dia, keterlibatan langsung dari kandidat atau timnya dalam strategi kampanye di media sosial lewat kehadiran akun resmi tersebut memunculkan potensi pengaruh terhadap citra, pesan, dan arah keseluruhan kampanye.
Hasil pemantauan KISP, terdapat peran akun relawan Gibran yang juga beriklan. Kata Edward, ini menjadi aspek yang menarik untuk dipertimbangkan.
Dukungan yang ditunjukkan oleh beberapa akun relawan Gibran melalui iklan memberikan gambaran kuat tentang dukungan basis relawan terhadap kampanye putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut.
Sedangkan paslon nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD merilis 8.994 konten iklan dengan total pembiayaan Rp765.836.909.
Sekalipun jumlah biaya iklan yang dihabiskan oleh pasangan ini berada di bawah dari pasangan Prabowo-Gibran, kendati terdapat perbedaan yang mencolok dalam hal jumlah konten yang diiklankan.
"Meskipun pasangan Ganjar-Mahfud tidak memiliki pengeluaran biaya iklan tertinggi, pasangan ini mencatat jumlah konten terbanyak. Hal ini menunjukkan upaya yang konsisten dalam menciptakan dan menyebarkan pesan kampanye melalui berbagai jenis konten digital," tulis Edward.
Edward menambahkan, Akun resmi Ganjar Pranowo serta akun resmi Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud turut serta dalam kampanye ini. Dalam tabel top 11 pengiklan, mereka menerbitkan 7 konten dengan biaya Rp178.811.038.
Adapun Paslon nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimmin Iskandar (AMIN) menjadi yang paling irit dengan 664 konten iklan dan pengeluaran Rp388.526.211.
Hasil pemantauan KISP menyimpulkan 11 top pengiklan paling banyak untuk pasangan AMIN muncul berasal dari akun-akun relawan Anies Baswedan.
"Fakta bahwa tidak ada iklan kampanye yang berasal dari atau berkaitan dengan Muhaimin Iskandar menjadi poin penting dalam analisis kampanye ini di media sosial," tutur Edward.
Lebih jauh, Edward menuturkan bahwa pada kampanye pemilu sekarang ini, di samping penggunaan media konvensional yang telah ada sebelumnya, media sosial menjadi platform yang sangat digunakan dan dimanfaatkan oleh para kandidat dan partai politik untuk menjangkau massa lebih luas.
"Hal ini membawa pergeseran signifikan dalam cara kampanye politik dipahami dan dijalankan oleh berbagai pihak yang terlibat," ucap Edward.
Lihat Juga : |
Edward di satu sisi membeberkan ketidaktransparanan dana kampanye digital sebagai salah satu tantangan kampanye pemilu di media sosial.
Ia berujar, saat ini belum ada regulasi yang mengatur dengan baik terkait dana kampanye di media sosial. Semisal, iklan kampanye dan penggunaan agensi buzzer.
Edward berpandangan jika ketiadaan transparansi dana kampanye digital memungkinkan praktik manipulasi opini publik yang dilakukan secara ugal-ugalan.
"Ketidaktransparanan ini juga dapat mempengaruhi kesetaraan peluang bagi calon dan partai politik yang memiliki keterbatasan sumber daya finansial. Padahal, kampanye di ruang konvensional diatur sedemikian rupa agar dapat berkeadilan," paparnya.
Tantangan berikutnya yakni soal regulasi yang menurut Edward tidak komprehensif. Saat ini, salah satu poin aturan adalah sebatas membatasi jumlah akun kampanye media sosial kandidat sebanyak 20 akun.
Ia melihat kelemahan regulasi ini membatasi pengawasan terhadap kampanye ilegal atau manipulatif di luar jumlah akun yang diatur tersebut, yang dapat tersebar di luar kendali.
"Termasuk adanya kampanye di luar masa waktu yang ditentukan," pungkas Edward.
Lihat Juga : |