Keluarga Korban Ginjal Akut Anak Disebut Belum Terima Santunan Mensos
Tim Advokasi untuk Kemanusiaan (TANDUK) mengungkap ratusan keluarga korban dan pasien gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) di Indonesia belum juga menerima santunan yang dijanjikan pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos).
Perwakilan TANDUK Awan Puryadi menyebut hingga saat ini para keluarga masih menunggu tanggung jawab pemerintah. Keluarga korban menurutnya juga masih menunggu putusan terhadap gugatan class action yang saat ini sedang diajukan puluhan korban ke PN Jakarta Pusat.
"Hingga saat ini pemberian santunan terhadap korban GGAPA belum juga terealisasi, semua belum. Saat ini masih dalam proses pendataan dan ada sistem yang berjalan yang dirasakan para keluarga korban ini bermasalah," kata Awan di Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (20/12).
Awan menyebut sistem baru itu merupakan bentuk pendataan dan verifikasi korban. Pemerintah dalam hal ini sudah menyepakati ada 326 korban yang akan mendapatkan santunan dengan total anggaran senilai Rp17,5 miliar.
Rinciannya, ahli waris 204 pasien meninggal diberi santunan masing-masing Rp50 juta rupiah. Lalu, 122 pasien yang menjalani pengobatan, masing-masing akan menerima Rp60 juta.
Namun menurutnya ada sistem verifikasi yang malah membebankan para keluarga korban. Bahkan menurutnya ada korban yang tidak tercantum dalam daftar penerima santunan pemerintah, sementara ada nama-nama baru yang Awan tidak ketahui.
"Jadi kita pesimis ya untuk santunan ini karena pendataan saja sudah bermasalah. Sebenarnya paling simple, karena pemerintah lagi digugat kan, kenapa tidak konfirmasi ke penggugat atau pengadilan untuk data korban GGAPA itu," ujar Awan.
Di sisi lain, gugatan class action yang berjalan di PN Jakarta Pusat sudah memasuki tahap pembuktian. Menurutnya proses gugatan itu akan rampung dalam 4 hingga 5 bulan ke depan.
Gugatan class action itu dilakukan berdasarkan pada penilaian bahwa seharusnya pemerintah bisa mencegah kondisi keracunan obat ini. Selain itu, Awan mengingatkan peristiwa serupa bukan baru pertama kali ini terjadi di dunia.
TANDUK kemudian menuntut ganti rugi untuk para korban senilai sekitar Rp2.050.000.000 per korban meninggal, sedangkan yang dalam masih dalam pengobatan di angka Rp1.030.000.000.
Sementara itu, Bareskrim Polri telah meningkatkan kasus GGAPA yang diduga melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ke tahap penyidikan. Peningkatan status dilakukan usai penyidik menemukan unsur pidana dalam kasus yang membuat ratusan anak meninggal dunia itu.
"Sudah naik penyidikan, tapi belum ada penetapan tersangka," ujar Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Nunung Saifuddin saat dihubungi, Rabu (20/12).
Nunung menjelaskan dugaan keterlibatan BPOM itu diketahui penyidik berdasarkan hasil pengembangan kasus GGAPA sebelumnya. Kendati demikian, ia masih enggan menjelaskan lebih jauh ihwal peran BPOM dalam kasus tersebut.
Nunung hanya menyebut kepolisian telah memeriksa sejumlah saksi dari pihak BPOM hingga perusahaan produsen obat sirop penyebab gagal ginjal. Ia juga memastikan penyidik bersikap profesional dan tidak akan diintervensi oleh siapapun.
CNNIndonesia.com telah berupaya menghubungi Plt Kepala BPOM Rizka Andalucia, namun yang bersangkutan belum memberikan respons terkait langkah terbaru Bareskrim Polri itu.