Pemuda Muhammadiyah: Kelakar Zulhas Tak Masuk Kategori Penistaan Agama

Info Politik | CNN Indonesia
Kamis, 21 Des 2023 11:01 WIB
Ketum PP Pemuda Muhammadiyah, Dzulfikar Ahmad menyebut pada pernyataan Zulhas pada Rakernas APPSI itu, tak ada tujuan menimbulkan kebencian atau permusuhan.
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dzulfikar Ahmad. (Foto: dok Istimewa)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemuda Muhammadiyah menilai bahwa potongan video yang menampilkan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) berkomentar mengenai bacaan salat dan tahiyat yang viral belakangan ini merupakan diskursus dalam masyarakat.

Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dzulfikar Ahmad menyatakan, ada alasan tersendiri atas pemilihan diksi 'diskursus'.

"Kelakar yang disampaikan Zulhas pada Rakernas Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) di Kota Semarang, Jawa Tengah menimbulkan diskursus. Kami memilih diksi diskursus, bukan konflik, karena sejatinya perlu dilihat dengan sudut pandang yang beragam, sekaligus sebagai proses pendewasaan beragama dan bepolitik," kata Dzulfikar dalam keterangan resmi, Kamis (21/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Dzulfikar, penggunaan diksi 'diskursus' akan dapat dipahami melalui beberapa pandangan.

"Pemuda Muhammadiyah mengimbau segenap anak bangsa untuk tidak menjadikan ini sebagai polemik yang dapat berujung pada kegaduhan dan mengusik rasa persaudaraan, terlebih jika diskursus ini ditarik keranah politik dan pilpres (pemilihan presiden)," ujarnya.

Beberapa pandangan yang dimaksud Dzulfikar, adalah pertama, upaya melihat peristiwa tersebut tidak hanya dari satu sisi. Dzulfikar menjelaskan, pernyataan Zulhas itu tak bisa langsung dikaitkan dengan agenda politik, karena diucapkan pada kegiatan Rakernas APPSI.

Kedua, pada kesempatan itu Zulhas sepenuhnya hanya menceritakan kejadian yang dialaminya sendiri.

"Ketiga, dalam hal menyampaikan apa yang didengarnya di lapangan tidak bisa serta-merta itu dianggap pendapat atau pandangannya pribadi, apalagi dikaitkan dengan diksi delik penistaan agama," kata Dzulfikar.

Keempat, Dzulfikar mengingatkan bahwa delik penistaan agama harus merujuk pada ketentuan dan pengaturan seperti dalam Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Kemudian, pada Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana yang akan berlaku efektif mulai tahun 2026, ada beberapa pasal yang dapat menjerat pelaku penistaan agama. Salah satunya, seperti diatur dalam Pasal 304.

Dzulfikar menambahkan, juga ada Pasal 1 Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/PNPS Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama.

Selain itu, Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, di mana dalam Lampiran SKB UU ITE disebutkan bahwa perbuatan yang dilarang dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE motifnya adalah membangkitkan rasa kebencian dan/atau permusuhan atas dasar SARA.

Kelima, lanjut Dzulfikar, hal yang disampaikan Zulhas itu tak dapat dikategorikan sebagai penistaan agama, karena Zulhas sedikit pun tak menyimpan motif untuk mempengaruhi, menghasut, maupun mengadu domba yang bertujuan menimbulkan kebencian atau permusuhan.

"Kita tentu sebagai bangsa yang memilki nilai keluhuran yang tinggi dan keadaban maka mari kita maknai ini sebagai proses pendewasaan kita dalam beragama dan berpolitik yang rahmatan lil'alamin," pungkas Dzulfikar.

(rea/rir)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER