Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat sebanyak 2.939 konflik agraria meletus di sepanjang era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di medio 2015-2023.
Sekretaris Jendral KPA Dewi Kartika menilai kondisi ini menunjukkan adanya laju kenaikan yang pesat letusan konflik agraria dibanding periode pemerintahan presiden sebelumnya.
"Di era Joko Widodo terdapat 2.939 letusan konflik agraria, ada 6,3 juta hektar dalam situasi konflik, korban terdampak 1,75 juta keluarga, ini merata tersebar di seluruh wilayah di Indonesia," kata Dewi dalam konferensi persnya, Senin (15/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada laju kenaikan pesat letusan konflik agraria dibanding periode pemerintahan sebelumnya," tambahnya.
Dari 2.939 kasus konflik agraria itu, Dewi merinci di sektor perkebunan terdapat 1.131 kasus; sektor properti ada 609 kasus; sektor infrastruktur ada 507 kasus; sektor kehutanan 213 kasus dan sektor pertambangan 212 kasus.
Kemudian di sektor pertanian/agribisnis terdapat 152 kasus konflik agraria; pesisir dan pulau-pulau kecil 79 kasus dan pembangunan fasilitas militer 36 kasus.
"Investasi dan model pembangunan di sektor perkebunan, infrastruktur, properti, kehutanan, termasuk percepatan proyek-proyek strategis nasional (PSN) menjadi penyebab tertinggi letusan-letusan konflik," kata Dewi.
Selain itu, Dewi juga menyinggung proyek strategis nasional (PSN) kerap melahirkan eskalasi letusan konflik agraria di periode 2020-2023. Dewi mencatat terdapat 115 letusan konflik dengan luas terdampak 516.409 hektar dan keluarga yang terdampak sebanyak 85.555 kk.
Ia mencontohkan beberapa pembangunan PSN yang melahirkan konflik di antaranya Tol Padang-Pekanbaru, proyek KEK di Gresik, Jatim, Penambangan Wadas untuk PSN, pembangunan Bendungan Bener di kasus Wadas, Movieland MNC di Lido Sukabumi hingga Food Estate di Humbang Hasundutan.
"Posisi masyarakat semakin lemah, pemerintah semakin banyak merancang berbagai kemudahan proses pengadaan tanah dan pembebasan lahan demi investasi dan percepatan PSN," kata dia.
Dewi juga mencatat total kekerasan dan kriminalisasi terhadap aktivis agraria sepanjang periode 2015-2023 sebanyak 3.503 korban. Dari jumlah itu terdapat 2.363 kasus aktivis alami kriminalisasi, 905 penganiayaan, 78 ditembak dan 72 aktivis tewas.
Di sisi lain, Dewi merinci konflik agraria di zaman Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terjadi 1.520 letusan konflik. Dari 1.520 konflik itu, berimbas pada 977.103 kk terdampak.
Jokowi bercerita seluruh masyarakat Indonesia bisa saja baru mendapat sertifikat tanah 160 tahun lagi apabila tidak ada percepatan penyerahan sertifikat. Ia mengatakan, pada 2015, total sertifikat tanah yang ada baru 46 juta dari total 126 juta. Artinya, masih ada sekitar 80 juta bidang tanah yang belum bersertifikat. Hal ini juga bisa memicu konflik pertanahan.
"Kita tahu di seluruh negara kita ini harusnya ada 126 juta sertifikat yang harusnya dipegang oleh masyarakat, oleh rakyat. Tetapi di tahun 2015 saya tanya ke Menteri ATR saat itu, baru ada 46 juta (sertifikat tanah) dari 126 baru ada 46 juta. Artinya masih ada bidang tanah yang belum bersertifikat masih 80 juta bidang. Sehingga kalau ada banyak konflik tanah, konflik agraria ya kita harap maklum karena 80 juta sertifikat belum diberikan kepada masyarakat," ujarnya, dikutip dari YouTube Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Senin (4/12).
Saat itu, dari semua kantor pertanahan di Indonesia hanya mampu menyerahkan kurang lebih 500.000 sertifikat tanah per tahun. Jika hal itu terus berlanjut, maka diperlukan 160 tahun lagi agar seluruh masyarakat Indonesia memiliki sertifikat tanah.
Meski demikian, kini keadaan tak lagi sama. Saat ini, sudah ada berbagai program dari Kementerian ATR/BPN untuk percepatan penyerahan sertifikat tanah. Adapun, hingga saat ini sudah ada 109 juta sertifikat tanah yang sudah diberikan ke masyarakat.
Tahun 2024 ini, kata Jokowi, Kementerian ATR/BPN menargetkan total ada 120 juta sertifikat tanah yang diberikan. Jika hal itu tercapai, maka tersisa 6 juta sertifikat tanah yang harus diberikan kepada masyarakat.
(rzr/dal)