Peneliti Pusat Riset Politik di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Agus Rubianto Rahman menyarankan referendum terkait pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan Timur.
Menurutnya, kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak perlu melibatkan partisipasi masyarakat, tidak cukup hanya menggunakan undang-undang. Apalagi, ia berpendapat pembentukan UU IKN sangat tidak partisipatif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sarankan nanti harus ada referendum untuk menentukan kita pindah atau enggak, jangan hanya kebijakan undang-undang saja, rakyat juga harus ikut, bagaimana pendapat rakyat itu," kata Agus dalam webinar yang ditayangkan YouTube Pusat Riset Politik BRIN, Selasa (16/1).
Merujuk KBBI, referendum adalah penyerahan suatu masalah kepada orang banyak supaya mereka yang menentukannya, tidak diputuskan oleh rapat atau oleh parlemen.
Agus lalu menyinggung soal pelaksanaan referendum di Timor Timur pada 1999. Menurutnya, apapun nanti hasil referendum bisa menjadi acuan apakah pemindahan jadi dilakukan.
Lihat Juga : |
"Bukan hanya untuk masalah Timor Timur saja yang dilakukan referendum, tapi untuk masalah IKN, kepindahan itu dibutuhkan referendum, hasilnya bagaimana ya kita hargai," kata dia.
Di sisi lain, ia juga berpendapat pemindahan ibu kota signifikan dari sisi waktu, karena Kalimantan berada dalam Waktu Indonesia Tengah (WITA).
"Sehingga selisih dengan Indonesia Timur adalah satu jam, kalau sekarang bedanya dua jam. Ada di tengah-tengah waktu Indonesia. Dari sisi jarak, sangat positif, jarak dari Sabang ke IKN relatif sama dengan jarak dari Jayapura ke IKN," katanya.
Lihat Juga : |
Sebelumnya, pemerintah dan DPR sepakat memindahkan ibu kota negara ke IKN Nusantara. Keputusan itu diwujudkan dalam Undang-undang IKN yang resmi pada 18 Januari 2022.
Saat ini Jakarta masih menjadi ibu kota negara selama pembangunan IKN dibangun. Pemerintah memproyeksikan pemindahan ibu kota negara dimulai pada 2024 dan berakhir 2045.
(yoa/pmg)