ANALISIS

Apakah Kampanye Akbar Signifikan Pengaruhi Elektabilitas Capres?

CNN Indonesia
Selasa, 23 Jan 2024 10:09 WIB
Ilustrasi. Kampanye akbar calon presiden 2024. (Arsip foto Gerindra).
Jakarta, CNN Indonesia --

Tren elektabilitas masing-masing pasangan Capres-Cawapres dinilai tidak akan berubah jika hanya mengandalkan mobilisasi massa selama periode Kampanye Akbar Pemilu 2024.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan periode kampanye akbar Pemilu 2024 berlangsung pada 21 Januari hingga 10 Februari 2024. Masing-masing paslon tercatat memilih lokasi yang berbeda sebagai titik awal kampanye akbar.

Pasangan nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) misalnya yang memilih membuka kampanye akbar di Tangerang, pada Minggu (21/1), dan melanjutkannya di Bekasi dan Bogor, pada Senin (22/1).

Sementara itu pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming memilih membuka kampanye akbar di Majalengka, Jawa Barat, pada Minggu (21/1). Terakhir, pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD membuka kampanye akbar, Minggu (21/1), di Bandung serta Sidoarjo. Ganjar kemudian melanjutkan Kampanye akbar pada Senin (22/1) di Lampung.

Pengamat Politik Universitas Andalas Asrinaldi menilai tren elektabilitas pasangan Capres-Cawapres akan sulit berubah jika hanya mengandalkan kampanye akbar semata.

Ia berpendapat tidak banyak peserta kampanye akbar yang benar-benar murni sebagai bentuk dukungan politik. Menurutnya, kebanyakan massa tersebut hadir dikarenakan faktor mobilisasi dari tim pendukung dengan iming-iming berupa uang, hadiah, ataupun cinderamata lainnya.

Oleh sebab itu, Asrinaldi mengatakan banyaknya massa aksi yang hadir dalam kampanye akbar belum tentu sejalan dengan perolehan suara Capres-Cawapres di wilayah tersebut.

"Siapa yang memiliki logistik yang kuat, maka akan banyak massa yang akan datang. Bisa jadi mereka juga akan datang pada kampanye akbar Capres lain karena adanya uang atau hadiah yang mereka dapatkan," jelasnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (23/1).

"Singkatnya posisi elektabilitas tidak sepenuhnya ditentukan oleh banyaknya peserta kampanye akbar Capres-Cawapres tersebut," imbuhnya.

Pendapat senada juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro. Agung memandang model kampanye dengan memobilisasi massa aksi tidak akan terlalu berpengaruh banyak pada elektabilitas.

Pasalnya, kata dia, kelompok suara yang tersisa dan masih belum menentukan pilihan mayoritas merupakan kelompok pemilih rasional.

"Secara elektoral, suara yang tersisa hari ini didominasi oleh pemilih rasional. Kampanye akbar hanya pelengkap karena lebih bersifat mobilisasi atau by design.Ketimbang sisi organiknya untuk meraih simpati pemilih rasional," ujarnya.

Oleh karenanya Agung menilai diperlukan model kampanye kreatif lainnya untuk menggaet kelompok pemilih tersebut. Sebab bagi kelompok pemilih rasional model kampanye dua arah, baik secara langsung ataupun melalui media sosial, akan jauh lebih efektif ketimbang kampanye akbar.

Salah satu caranya, kata dia, ialah dengan memasifkan pemaparan rencana dan program kerja yang akan dilakukan jika terpilih. Cara lainnya menurut Agung ialah dengan menanggapi isu-isu terkini di masyarakat, mulai dari ekonomi, kesehatan, hingga Polhukam.

"Live dan responsif di semua platform sosmed. Kemudian secara offline, menghadirkan forum-forum interaktif, partisipatorik untuk memastikan program yang ditawarkan semakin membumi," ujarnya.

Asrinaldi menambahkan, dengan kemajuan teknologi yang ada, saat ini seluruh kelompok pemilih bisa mengakses media sosial ataupun internet untuk mencari informasi terkait masing-masing Capres-Cawapres.

Menurutnya, kapasitas dan kompetensi dari Capres-Cawapres terhadap isu-isu yang berkembang di masyarakat akan menjadi faktor penentu bagi kelompok rasional yang masih belum menentukan pilihan.

"Faktor jangka pendek ini sangat menentukan kemantapan pilihan seseorang menjelang pemilu 2024 mendatang, termasuk Debat Capres terakhir," jelasnya.

Model kampanye kreatif itu dinilai perlu dilakukan lantaran tren elektabilitas ketiga Paslon cenderung stagnan dalam beberapa waktu terakhir.

Hasil survei Indikator Politik Indonesia periode 10-16 Januari 2024 misalnya yang mencatat tingkat elektabilitas pasangan Prabowo-Gibran sebesar 48,55 persen.

Sementara pasangan AMIN dengan elektabilitas sebesar 24,17 persen dan diikuti oleh Ganjar-Mahfud sebesar 21,60 persen. Sedangkan responden yang belum menentukan pilihannya tercatat hanya sebesar 5,68 persen.

Temuan itu tercatat tidak jauh berbeda dengan hasil survei dari LSI pada periode 10-11 Januari 2024. Dalam survei tersebut elektabilitas Prabowo-Gibran tercatat sebesar 47 persen.

Sementara pasangan AMIN elektabilitasnya sebesar 23,2 persen dan diikuti oleh Ganjar-Mahfud sebesar 21,7 persen. Sedangkan responden yang belum menentukan pilihannya tercatat sebesar 8 persen.

"Yang perlu diwaspadai berdampak menurunkan suara adalah isu-isu negatif Capres-Cawapres. Khususnya dalam konteks negative dan black campaign yang bersumber dari hoaks. Ini perlu menjadi perhatian tim pemenangan," tuturnya.

Tiga hari terakhir kampanye

Di sisi lain, Agung menilai agenda kampanye akbar yang akan dilakukan pada tiga hari terakhir sengaja dikhususkan untuk mengamankan basis massa masing-masing pasangan Capres-Cawapres.

Ia mencontohkan Tim Nasional AMIN yang lebih memilih melakukan kampanye akbar di Jawa Barat pada tiga hari terakhir ketimbang di Jawa Tengah. Pasalnya perolehan suara AMIN di sana tercatat lebih tinggi daripada pasangan Prabowo-Gibran ataupun Ganjar-Mahfud.

Sementara itu, Agung menilai pasangan Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud juga memiliki alasan tersendiri ketika memilih Jawa Tengah sebagai lokasi kampanye akbar.

"Masing-masing punya misi berbeda. AMIN ingin mempertebal basis suara di Jawa Barat seperti Ganjar-Mahfud di Jawa Tengah. Tetapi bagi Prabowo, Jawa Tengah jadi fokus untuk memastikan 1 putaran," ujarnya.

"Kampanye Akbar tiga hari terakhir semuanya ingin fokus menjaga sekaligus meningkatkan elektabilitas agar bisa meraih misi utama masing-masing. Pilpres satu putaran atau masuk putaran kedua," sambungnya.

Lebih lanjut, Asrinaldi mengatakan pemilihan Jawa Timur dan DKI Jakarta oleh ketiga paslon sebagai lokasi kampanye akbar di tiga hari terakhir menandakan apabila suara di Pulau Jawa masih menjadi kunci kemenangan.

"Pulau Jawa menjadi battle ground yang harus dikuasai karena pemilihnya banyak. Apalagi semuanya berusaha mendapatkan pemilih swing voters dan undecided terutama dari kelompok milenial dan Gen Z di Jawa," pungkasnya.

(tfq/ugo)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK