Jakarta, CNN Indonesia --
Jawa Timur (Jatim) merupakan provinsi kedua dengan jumlah pemilih terbanyak di Indonesia, yaitu sekitar 31,4 juta jiwa. Karena itu, Jatim dianggap jadi salah satu battleground atau 'arena pertempuran' dalam setiap pemilihan umum, termasuk pada Pilpres 2024.
Penduduk Jatim terdiri dari berbagai macam suku, agama, usia dan latar belakang pendidikan. Secara umum, pemilih di Jatim didominasi oleh kaum muda Millenial dan pemilih pemula Generasi Z.
Mengutip data KPU Jatim 2024, pemilih dari kelompok usia itu antara lain, Pre-boomer (lebih dari 79 tahun): 745.895 orang; Baby boomers (60-78 tahun): 5.344.220 orang; Generasi X (44-59 tahun): 9.310.933 orang; Millenial (28-43 tahun): 9.615.106 orang; Generasi Z (17-27 tahun): 6.386.684 orang
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jatim selama ini dikenal sebagai basis Nahdlatul Ulama. Namun, sebenarnya Jatim adalah tempat bagi basis-basis politik yang beragam.
Beberapa partai politik yang memiliki basis massa kuat di Jatim antara lain PDI Perjuangan (PDIP) dan PKB. Hal ini tercermin dari pemilih Pemilu 2019.
Kantong wilayah dan perilaku pemilih
Pakar Sosiologi sekaligus Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Prof Hotman Siahaan membenarkan bahwa wajah pemilih Jawa Timur tak seragam. Dengan demikian, para pemilih di Jatim tak bisa dikelompokkan hanya pada satu golongan seperti kalangan agamis (NU) atau nasionalis saja.
Ia mengatakan karakteristik pemilih di Jatim dapat dilihat dari beberapa faktor. Yang pertama adalah aspek kultural atau budaya.
"Secara geokultural, Jatim kan dibagi ada wilayah Arek, Mataraman, ada wilayah Tapal Kuda dan Madura," kata Hotman kepada CNNIndonesia.com.
Wilayah Arek mencakup Gresik, Jombang, Malang, Batu, Mojokerto, Pasuruan, Surabaya, Pasuruan, Mojokerto dan Sidoarjo.
Kemudian Mataraman, yakni Blitar, Bojonegoro, Kediri, Madiun, Lamongan, Magetan, Nganjuk, Ngawi, Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tuban dan Tulungagung.
Wilayah Tapal Kuda meliputi Banyuwangi, Bondowoso, Jember, Probolinggo, Lumajang, Situbondo. Sedangkan wilayah Madura antara lain Bangkalan, Sampangan, Pamekasan dan Sumenep.
Hotman mengatakan ada satu wilayah kultural lain di Jawa Timur, yakni Pandalungan. Daerahnya terdiri dari perpaduan beberapa daerah di zona Tapal Kuda seperti Kabupaten Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Bondowoso, Jember dan Lumajang, dengan wilayah Madura.
 Foto: CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani Insert - Demografi Pemilih Jawa Timur |
Batas-batas kultural tersebut, menurut Hotman, menandai karakteristik para pemilih.
Wilayah Tapal Kuda dan Madura, misalnya, cenderung memilih calon pemimpin berdasarkan latar belakang agama. Lazim, PPP dan PKB selalu bersaing sengit di wilayah ini. Meski suara PKB lebih dominan.
"Secara geopolitik wilayah Tapal Kuda itu misalnya Madura sampai Pandalungan sana itu tradisi politik Islam," ucapnya.
Kemudian wilayah Arek, khususnya masyarakat Surabaya dan Malang, kata Hotman, disebut condong pada calon pemimpin berdasarkan pengalaman politik dan citra ketokohan yang kuat.
Sementara, wilayah Mataraman, kata dia, masyarakatnya cenderung memilih calon pemimpin berdasarkan loyalitas, fanatisme kepada partai politik, serta ideologi partai. PDIP dominan di wilayah ini.
"Kemudian wilayah Mataraman itu mulai dari Nganjuk, Kediri, Trenggalek sampai ke Ngawi dianggap tradisinya pemilih nasionalis," ucapnya.
Namun, menurut Hotman, teori aspek perilaku masyarakat berdasarkan warna kultural dan politik bisa saja tak relevan dan harus ditinjau ulang menjelang Pemilu dan Pilpres 2024 ini.
"Karena kalau kita petakan sekarang dalam konteks suara-suara pemilu dua pemilihan terakhir ini, tampaknya itu harus dikoreksi ulang," menurut Hotman.
Ia mencontohkan salah satunya Kabupaten Madiun. Meski berada di zona Mataraman, yang masyarakatnya memilih berdasarkan nilai-nilai nasionalis, partai pemenang Pileg 2019 di sana adalah PKB.
"Madiun itu, kabupaten, pemilu 2019 itu PKB yang menang," ucapnya.
"Geokultural Jatim yang terdiri dari budaya Arek, Tapal Kuda, Pandalungan, Mataraman itu secara geokultural terkadang tidak nyambung dengan geopolitiknya," tambah dia.
Ada faktor lain yang mempengaruhi keputusan akhir pemilih. Faktor itu bisa apa saja, tak cuma aspek kultural seperti peran kiai atau tokoh agama.
Hotman meyakini pada Pilpres 2024, faktor itu datang dari drama di Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadi jalan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres. Selain itu, isu dugaan tak netralnya aparat dan kepala desa.
Menurut Hotman berbagai dinamika tersebut bisa membuat pemilih di Jatim semakin skeptis terhadap para kandidat yang ada.
Sikap skeptis memacu pemilih jadi lebih rasional. Mereka akan dengan jeli melihat track record dan tindak-tanduk calon pemimpin.
"Pemilih rasional, masyarakat sekarang kan melihat bagaimana parahnya keterlibatan kekuasaan. Mereka akan melawan," kata Hotman.
Fenomena ini juga dapat menyebabkan pemilih menjadi lebih kritis dalam memilih pasangan calon. Pemilih akan lebih memperhatikan sikap dan perilaku pasangan calon, serta kelakuan para pendukungnya.
Hotman yakin, pemilih rasional akan tumbuh banyak di Jawa Timur, terutama daerah perkotaan seperti Surabaya dan Malang.
Perkiraan Hotman, di dua daerah itu, warga akan memilih berdasarkan sentimen dan semangat yang sama, yakni perlawanan terhadap penguasa yang sewenang-wenang.
Berdasarkan data Daftar Pemilih Tetap (DPT) KPU, pemilih di Surabaya berjumlah 2.218.586 jiwa. Sementara Kabupaten Malang 2.054.178 jiwa dan Kota Malang mencapai 651.758 orang.
 Foto: CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani Insert - Demografi Pemilih Jawa Timur |
Ririn Handayani (51) bekerja sebagai buruh pabrik di Surabaya Timur. Ia mengikuti perkembangan informasi terkait Pilpres 2024, tapi belum menentukan pilihannya.
Ia masih menimbang paslon mana yang berpihak dan memiliki perhatian pada peningkatan kesejahteraan buruh.
"Saya sudah mulai membaca berita dan menonton debat capres. Saya ingin tahu visi dan misi mereka untuk Indonesia," kata Ririn.
"Saya berharap capres yang bisa memperjuangkan hak-hak buruh, seperti upah yang layak, jaminan kesehatan, dan jaminan pensiun," imbuhnya.
Ririn mengaku harus menghitung betul sebelum menentukan pilihan.
"Ya khawatirnya kesejahteraan buruh enggak naik, tapi harga bahan-bahan pokok dan biaya-biaya hidup malah naik," ujar dia.
Annisa Amalia (19), mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di Surabaya, juga mengaku belum menentukan pilihannya.
Annisa mengaku akan mempertimbangkan rekam jejak tiap capres dan cawapres. Pasalnya, kata dia, hanya orang yang memiliki pengalaman dan kompetensi mumpuni yang bisa memimpin Indonesia.
"Capres cawapres tersebut harus memiliki komitmen untuk memperjuangkan hak-hak rakyat, memiliki integritas dan moralitas yang baik, dan tidak pernah melakukan kejahatan kemanusiaan di masa lalu," ucapnya.
Ia juga berharap capres yang terpilih nanti dapat memajukan pendidikan, kesehatan dan lingkungan hidup.
Annisa khawatir jika Indonesia dipimpin oleh orang yang tidak memiliki visi dan misi yang jelas untuk pembangunan Indonesia, maka negara ini akan semakin mundur dan tertinggal dari negara-negara lain.
Hotman memprediksi pemilih rasional di Surabaya dan Malang akan condong pada pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Pasangan ini juga bisa mendapat suara dari daerah pemilih loyal PDIP, yakni zona Mataraman.
Pada Pemilu 2019 lalu, PDIP meraih kemenangan di Trenggalek, Blitar, Tulungagung, Ngawi, Kediri, Surabaya, Banyuwangi, Lumajang, Malang, Kota Malang, Kota Blitar, Kota Kediri, Kota Batu, Kota Madiun, Jombang, Mojokerto dan Madiun.
Generasi muda di Jatim juga dipercaya semakin sadar akan pentingnya politik dalam menentukan masa depan bangsa. Pemilih yang sudah terdidik akan melihat pasangan calon yang memiliki visi dan misi serta program yang jelas untuk membangun bangsa.
"Karena banyak pemilih rasional kan melihat keadaan sekarang ini kan agak repot. Kan [masyarakat] agak marah ini," ucapnya.
Sementara pemilih tradisional di Jatim yang memang memiliki kecenderungan untuk memilih pasangan capres-cawapres dari latar belakang agama dan budaya yang sama, diprediksi akan terpecah ke pasangan AMIN dan Prabowo-Gibran.
Pertarungan Prabowo-Ganjar dan potensi Anies
Pengamat Politik Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Moch Mubarok Muharam mengatakan, Jatim merupakan penentu dalam Pilpres 2024. Namun pertarungan elektoral daerah ini masih sangat cair dan belum dikuasai paslon manapun.
"Pertarungan penting memang terjadi di Jatim, tapi saya tidak bisa mengatakan bahwa paslon 2 itu sangat dominan, enggak, belum tentu juga," kata Mubarok saat berbincang dengan CNNIndonesia.com.
Sejumlah hasil survei memang menyebut paslon 2 yakni Prabowo-Gibran punya elektabilitas tertinggi di Jatim. Anies-Cak Imin konsisten di peringkat buncit.
Namun jika menarik waktu beberapa bulan sebelum Desember 2023, elektabilitas Prabowo dan Ganjar sebenarnya berjalan dinamis.
Survei Litbang Kompas pada Juli-Agustus 2023 masih menempatkan Ganjar tertinggi di Jawa Timur, diikuti Prabowo dan Anies.
Elektabilitas Prabowo-Gibran di Jatim baru merangkak signifikan pada pertengahan Desember hingga awal 2024.
Menurut Mubarok, terlepas dari hasil survei terbaru yang menempatkan Prabowo-Gibran di urutan teratas, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud memiliki mesin politik yang kuat di Jatim.
"Paslon 2 itu kan merasa di atas angin karena dia didukung oleh tokoh-tokoh penting di Jatim. Ada Gubernur dan Wagub," ucapnya.
"Tapi paslon 1 dan paslon 3 mereka ini juga punya mesin politik yang kuat di Jatim, karena Jatim itu basis PKB dan PDIP. Partai politik dari paslon 1 dan nomor 3 itu dominan dalam setiap Pemilu di Jatim," lanjutnya.
Ia pun yakin, siapapun paslon pemenang di Jatim 14 Februari 2024 nanti, perolehan suaranya tak akan terpaut jauh satu sama lain.
"Saya prediksi kemenangan paslon itu tipis, imbang-imbang, karena ini Jatim," pungkasnya.
Sementara menurut Hotman, suara pasangan AMIN akan bergantung pada kerja-kerja politik warga Nahdlatul Ulama (NU) yang jadi bagian dari kader dan calon legislatif (caleg) dari PKB.
"Saya kira pemilih tradisional [di Jatim] akan banyak ke PKB kan. PKB itu kan di sini banyak yang jadi caleg orang NU," ucapnya.
Berdasarkan hasil pemilu 2019 lalu, PKB berhasil memenangi pileg di Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Pasuruan, Sidoarjo, Nganjuk, Madiun, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik dan Sumenep.
Untuk pasangan Prabowo-Gibran, Hotman memprediksi akan unggul di kalangan pemilih pedesaan. Suara paslon nomor 2 ini diprediksi tak akan signifikan di wilayah perkotaan.
"Kalau di wilayah perkotaan enggak signifikan. Karena sekali lagi wilayah perkotaan pemilih rasional. Mereka [pemilih] tahu kan bagaimana keterlibatan kekuasaan sekarang ini. Kalau di desa kemungkinan [Prabowo-Gibran] bisa [menang]," kata dia.
"Tinggal sekuat apa kepala desa bisa memerintahkan warganya sekarang ini kan. Belum tentu kepala desa diikuti oleh warga juga," lanjut Hotman.
Prediksi para pengamat yang menyebut tidak ada kekuatan dominan di Jatim ini, sedikit berjarak dengan survei terbaru Indikator Politik, per 14-19 Januari 2024.
Dalam rilisnya, Indikator menemukan elektabilitas Prabowo-Gibran yang semakin dominan di Jatim, yakni mencapai 56,2 persen. Diikuti Ganjar-Mahfud 19,9 persen, Anies-Muhaimin 15,7 persen, dan 8,2 persen yang tidak menjawab.