Juru bicara TPN Ganjar-Mahfud yang juga politikus PDIP, Masinton Pasaribu meminta seluruh pihak tak menyamakan kritik dari puluhan akademisi dari berbagai perguruan tinggi dengan ocehan pendengung atau buzzer.
Ia menekankan suara para guru besar, dosen, termasuk mahasiswa yang ramai-ramai mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo ini tidak bisa direndahkan.
Lihat Juga : |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketika akademisi bersuara, ini jangan disamakan, jangan direndahkan. Ini disamakan suara akademisi dengan suara buzzer atau influencer," kata Masinton dalam acara Political Show CNN Indonesia TV, Senin (5/2) malam.
Masinton menilai apabila kritik dari civitas academica diperlakukan demikian, maka sama saja dengan merendahkan akal sehat.
"Itu merendahkan akal sehat," ujarnya.
Belakangan ramai kalangan sivitas akademika dari puluhan perguruan tinggi di Indonesia mengeluarkan pernyataan sikap mengkritik kondisi demokrasi di era Jokowi yang dinilai mengalami kemunduran.
Gerakan ini bermula dari 'Petisi Bulaksumur' yang disampaikan oleh para guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada akhir Januari lalu. Kritik ini pun menjalar dan meluas ke kampus-kampus se-Indonesia.
Mereka secara umum mengingatkan agar Jokowi bertindak sesuai koridor demokrasi dalam menghadapi Pemilu 2024. Menyerukan agar pemilu 2024 bisa digelar dengan jujur dan adil.
Pihak Istana juga telah merespons itu. Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menganggap wajar jika menjelang pemilu pasti muncul pertarungan dan penggiringan opini di tengah-tengah masyarakat.
"Kita cermati di tahun politik, jelang pemilu pasti munculkan sebuah pertarungan opini, penggiringan opini. Pertarungan opini dalam kontestasi politik adalah sesuatu yang juga wajar aja. Apalagi kaitannya dengan strategi politik partisan untuk politik elektoral," kata Ari di Kompleks Kemensetneg, Jakarta, Jumat (2/2).
Mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) Profesor Aidul Fitri Ciada Azhari menyayangkan sikap Istana yang menyebut kritik dari sejumlah perguruan tinggi di Indonesia sebagai orkestrasi politik partisan.
Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) itu membantah gerakan para akademisi itu muncul dari orkestrasi politik.
"Saya mendengar dari beberapa kalangan, ya sebutlah dari Pihak Istana, ini sebagai orkestrasi politik. Saya kira ini orkestrasi kewarasan, orkestrasi nurani, orkestrasi moral," kata Aidul.
Sementara itu, Wapres Ma'ruf Amin mengatakan pemerintah harus memerhatikan itu. Menurutnya, kritik itu merupakan bagian dari dinamika politik.
"Dinamika politik apa pun, pemerintah harus perhatikan, artinya meng-assurance dan mengambil langkah-langkah berikutnya seperti apa," kata Ma'ruf di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Abu Dhabi, UEA, dalam keterangan resminya, Selasa (6/2).
(mnf/fra)