Nyoblos, Wali Nanggroe Aceh Singgung Pemenuhan MoU Helsinki

CNN Indonesia
Rabu, 14 Feb 2024 16:53 WIB
Wali Nanggroe Aceh Tgk Malik Mahmud Al Haytar menyinggung soal komitmen MoU Helsinki. (CNN Indonesia/Dani Randi)
Banda Aceh, CNN Indonesia --

Wali Nanggroe Aceh Tgk Malik Mahmud Al Haytar mengingatkan Presiden terpilih di Pemilu 2024 untuk menerapkan butir-butir Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki yang sebagian belum terealisasi hingga saat ini.

Terlebih, katanya, MoU tersebut bagian dari perjanjian damai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

"Siapa saja yang terpilih, saya harapkan apa yang belum selesai soal perjanjian MoU Helsinki itu, apa yang belum diselesaikan, ya diselesaikan," kata Tgk Malik Mahmud usai menggunakan hak suaranya di TPS Desa Beurawe, Banda Aceh, Rabu (14/2).

Selain merealisasikan MoU Helsinki, Malik Mahmud berharap presiden terpilih tetap memfokuskan pembangunan di Aceh yang masih belum merata.

"Tetap memperhatikan pembangunan Aceh. Aceh masih harus mengejar kemajuan dan pembangunan harus terus berlanjut," katanya.

Diketahui MoU Helsinki merupakan nota kesepakatan damai antara Pemerintah Indonesia dengan GAM. MoU tersebut ditandatangani para pihak di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005.

Hingga kini, masih ada butir-butir perjanjian MoU tersebut yang belum tuntas direalisasi oleh pemerintah pusat.

Salah satunya menyangkut dengan bendera dan lambang Aceh yang masih berpolemik meskipun qanunnya sudah disahkan oleh DPR Aceh.

Kemudian, 10 dari 71 Pasal MoU Helsinki sampai saat ini tercatat belum terealisasi. Di antaranya, Aceh berhak memperoleh dana melalui utang luar negeri. Aceh juga berhak menentapkan tingkat suku bunga berbeda dengan yang ditetapkan oleh Bank Sentral RI.

Pemerintah RI dan Aceh juga menyetujui auditor luar melakukan verifikasi atas pengumpulan dan pengalokasian pendapatan antara pusat dengan Aceh.

Lalu, semua kejahatan sipil yang dilakukan aparat militer di Aceh akan diadili pada pengadilan sipil (Pengadilan Negeri) di Aceh. Dan beberapa pasal lainnya yang hingga kini belum direalisasikan oleh pemerintah pusat.

Sebelumnya, Kajian MoU Helsinki dan UU Pemerintah Aceh dalam Aspek Implementasi (Empiris) dari DPR Aceh 2019 mengungkap sejumlah aspek teknis menghalangi pemenuhan MoU Helsinki itu secara paripurna.

Contoh, soal hak memperoleh dana melalui utang luar negeri. Pasal 186 ayat 1 UUPA juga menyebut, "Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota dapat memperoleh pinjaman dari pemerintah yang bersumber dari luar negeri setelah mendapat persetujuan menteri keuangan dan mendapat pertimbangan menteri dalam negeri.

Masalahnya, Pasal 186 ayat 3 UUPA memuat ketentuan dana pinjaman dari dalam dan/atau luar negeri serta bantuan luar negeri diatur dengan Qanun. Hingga saat ini, belum ada Qanun atau petunjuk pelaksanaan lainnya yang mengatur itu.

Ada pula rintangan dari Pasal 4 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2018. "Daerah dilarang melakukan pinjaman langsung kepada luar negeri".

"Sebagai catatan, pengaturan mengenai pinjaman luar negeri yang harus memperoleh persetujuan dari menteri dalam negeri ini memiliki alasan agar menjaga solvabilitas daripada pemerintah daerah," menurut kajian itu.

"Jika sebuah provinsi terlilit utang, hal ini dapat mempengaruhi stabilitas keuangan di daerah yang pada akhirnya dapat mempengaruhi stabilitas keuangan secara nasional."

(dra/arh)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK