Pengusaha Minta MK Hapus Pajak 75 Persen untuk Diskotek dan Spa

CNN Indonesia
Jumat, 15 Mar 2024 15:03 WIB
Dalam sidang perdana gugatan pajak 75 persen untuk diskotek, tempat hiburan, dan spa, para pemohon berharap dikembalikan ke sebelumnya yakni maksimal 10 persen.
Gedung MK di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Dewan Pengurus Pusat Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (DPP GIPI) meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus pajak 75 persen untuk tempat hiburan, seperti diskotek, dan spa.

GIPI melayangkan gugatan atas pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022. Pasal itu mengatur tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.

Para Pemohon Perkara Nomor 32/PUU-XXII/2024 ini hanya ingin tarif PBJT ditetapkan paling tinggi sebesar 10 persen sebagaimana ketentuan Pasal 58 ayat (1) UU HKPD.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Permohonan ini adalah mengharapkan Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 dihapuskan dan dengan demikian diberlakukan ketentuan Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022," ujar kuasa hukum Pemohon, Muhammad Joni dalam sidang perbaikan permohonan pada Kamis (14/3/2024) di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta.

"Permohonan ini adalah mengharapkan Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 dihapuskan dan dengan demikian diberlakukan ketentuan Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022," kata kuasa hukum DPP GIPI Muhammad Joni dalam sidang Kamis (14/3), mengutip dari situs MK.

Para pengusaha tempat hiburan menilai aturan itu tidak sejalan dengan UUD 1945. Aturan pajak hiburan 75 persen dinilai menimbulkan diskriminasi terhadap para pelaku usaha hiburan.

Mereka berharap MK berpendapat senada. Mereka ingin pasal 58 ayat 2 UU 1/2022 tersebut berbunyi, 'Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% (empat puluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen)', dinyatakan tidak punya kekuatan hukum mengikat.

Menurut para pemohon, norma pasal yang diuji bersifat diskriminatif dalam pengenaan tarif pajak hiburan tertentu. Mereka berpendapat diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa adalah nama jenis usaha bersifat umum yang tidak identik diklaim bersifat mewah (luxury) sehingga tak seharusnya perlu dikendalikan.

"Adanya perlakuan yang berbeda secara khusus dan karena itu bersifat diskriminatif terhadap lima jenis pajak hiburan tertentu dan karena itu merugikan secara materiil dan merugikan secara kepentingan konstitusional dari Para Pemohon," ucap Joni.

Sebelum menutup persidangan, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan, permohonan ini akan disampaikan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dan Pemohon dapat menunggu nasib permohonan ini.

Gugatan terhadap pajak hiburan 75 persen diajukan para pengusaha yang mewakili Dewan Pengurus Pusat Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (DPP GIPI), PT Kawasan Pantai Indah, CV. Puspita Nirwana, PT Serpong Abadi Sejahtera, PT Citra Kreasi Terbaik, dan PT Serpong Kompleks Berkarya.

(dhf/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER