ANALISIS

Hitung-hitung Posisi Jokowi di Pemerintahan Prabowo-Gibran

CNN Indonesia
Selasa, 19 Mar 2024 10:03 WIB
Posisi Jokowi di pemerintahan Prabowo-Gibran mendatang jadi pertanyaan. Dianggap punya andil besar dalam pemenangan paslon tersebut.
Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto. Posisi Jokowi di pemerintahan Prabowo-Gibran mendatang jadi pertanyaan karena dinilai punya andil besar dalam pemenangan pasangan itu. (Arsip Biro Pers Sekretariat Presiden)
Jakarta, CNN Indonesia --

Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka diprediksi jadi calon presiden dan wakil presiden terpilih di Pilpres 2024. Menurut rekapitulasi suara nasional KPU hingga Senin (18/3) malam, Prabowo-Gibran unggul jauh dari Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Bertalian dengan itu, posisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) usai meninggalkan jabatannya pun jadi pertanyaan. Jokowi merupakan ayah dari Gibran serta atasan Prabowo di kabinet pemerintahan.

Di Pilpres 2024, meskipun tak pernah menyatakan secara eksplisit, gerak-gerik Jokowi memperlihatkan dukungan untuk Prabowo-Gibran. Ia disebut-sebut memiliki andil besar dalam pemenangan pasangan nomor urut 2 itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baru-baru ini, Jokowi pun diusulkan memimpin sebuah koalisi besar partai politik pemerintahan Prabowo-Gibran. Usul ini datang dari Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Jeffrie Geovanie.

Ia ingin meniru Malaysia dengan membentuk koalisi permanen 'Barisan Nasional' atau 'Barisan Rakyat' di Indonesia. Menurutnya, Jokowi perlu ada di atas semua parpol.

Pengamat politik dari Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, pesimistis ide Jokowi jadi pemimpin koalisi besar Prabowo-Gibran dapat terwujud karena setiap partai punya kepentingan masing-masing. Ia juga mengatakan koalisi permanen tidak relevan dengan konteks politik Indonesia.

"Kalau kita masuk ke wilayah sensitif seperti jadi pemimpin koalisi ataupun dia dikasih arahan jabatan yang lebih setelah enggak menjabat semestinya untuk dihindari. Agar demokrasi sehat dan pengawasan berjalan," kata Agung kepada CNNIndonesia.com, Selasa (19/3).

"Karena kita bukan sistem kerajaan, Pak Prabowo seperti perdana menteri dan rajanya Pak Jokowi. Jangan seperti itu," tambahnya.

Namun, Agung melihat kemungkinan Jokowi akan mendapatkan jabatan strategis di pemerintahan Prabowo-Gibran. Misalnya, sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) atau mengisi jabatan Dewan Pertimbangan Agung jika dihidupkan kembali.

Menurutnya, jabatan ini bisa jadi cara Prabowo 'mengapresiasi' jasa Jokowi. Dengan jabatan itu, Jokowi bisa memberikan saran dan nasihat, tapi tak berpotensi menjadi 'matahari kembar' di pemerintahan Prabowo.

"Relasinya seperti bisa lewat Wantimpres, DPA atau BPIP seperti Bu Megawati. Saya kira banyak mekanisme prosedur yang dalam sistem politik kita untuk apresiasi jasa Pak Jokowi kepada Prabowo," kata dia.

Bangun pengaruh lewat parpol besar

Di lain sisi, Agung mengamini Jokowi bisa tetap punya pengaruh besar dalam kancah perpolitikan nasional jika bisa ketua umum parpol besar. Apalagi saat ini sudah ada yang memunculkan nama Jokowi di bursa calon ketua umum Golkar.

Menurut Agung, jika musyawarah nasional (munas) Golkar yang direncanakan pada Desember 2024 bisa dimajukan, maka Jokowi punya peluang besar untuk menang.

"Ini titik krusial ini pada Munas Golkar kapan digelar. Kalau Munas Golkar dipercepat jadi Munaslub sebelum 20 Oktober, itu bisa jadi Pak Jokowi punya kendaraan baru saat tak lagi menjabat," kata Agung.

Meski begitu, upaya Jokowi menjadi orang nomor satu di parpol seperti Golkar juga tak mudah. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Golkar mengatur jabatan ketum minimal harus jadi kader selama lima tahun.

Namun, aturan ini bisa saja diubah tergantung internal Golkar. Jika sukses menjadi Ketum Golkar, Agung berpendapat Jokowi memiliki posisi tawar politik yang besar di pemerintahan Prabowo-Gibran meski tak lagi menjabat sebagai presiden.

Bahkan, peluang menjadi ketua koalisi dari parpol-parpol pendukung Prabowo-Gibran bisa jadi terbuka lebar.

"Dan itu sebuah posisi tawar politik beliau dalam orbit kekuasaan meski tak sebesar seperti sekarang," kata Agung.

Pengamat politik dari Universitas Paramadina Arif Susanto juga menilai Jokowi harus memimpin sebuah partai besar seperti Golkar jika ingin mengendalikan koalisi. Jika tak menjabat ketum parpol besar, maka ide menjadi ketua koalisi parpol Prabowo-Gibran akan sulit terealisasi.

"Ide mengenai pemimpin koalisi itu, kalau itu terjadi, posisi Jokowi itu ada di pucuk pimpinan Golkar atau tidak. Golkar itu bisa diintervensi langsung atau tidak," kata Arif.

Arif mengakui pengaruh Jokowi saat ini cukup besar. Ia menilai Jokowi tak hanya punya dampak penting pada kemenangan Prabowo, tetapi punya pengaruh pada peningkatan suara Golkar.

Karena itu, Arif meyakini Jokowi akan memanfaatkan batas waktu sebagai presiden untuk mengambil alih Golkar jika niat itu benar-benar ada. Namun, ia memandang intervensi Jokowi pada Golkar bisa berdampak negatif.

"Saya khawatir ini akan makin menegaskan intervensi politiknya Jokowi dalam partai-partai yang berkontestasi. Dan sekarang Jokowi mulai memanfaatkan batas waktu yang makin mepet. Dan sebelum Oktober dia akan usahakan Golkar bisa dia dapat secara langsung atau tak secara langsung," kata dia.

(rzr/tsa)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER