Besaran uang kuliah tunggal (UKT) yang mahal belakangan menjadi topik panas di tengah masyarakat.
Mahasiswa ramai-ramai memprotes UKT di perguruan tinggi negeri (PTN) yang kian hari kian melejit. Mahasiswa Universitas Soedirman (Unsoed), misalnya, yang protes lantaran kenaikan uang kuliah mencapai hingga lima kali lipat.
Protes mengenai UKT mahal ini pun diperkeruh dengan respons dari pihak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie mengatakan, kuliah atau pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier alias pilihan yang tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun (SD-SMA).
Oleh sebab itu, pemerintah tidak memprioritaskan pendanaan bagi perguruan tinggi.
"Apa konsekuensinya karena ini adalah tertiary education? Pendanaan pemerintah untuk pendidikan itu difokuskan, diprioritaskan, untuk pembiayaan wajib belajar," ujarnya.
Terkait hal ini, apa itu UKT dan bagaimana sejarahnya?
Secara umum, UKT adalah besaran biaya kuliah yang wajib dibayar oleh mahasiswa setiap semester. Tujuan UKT mulanya adalah membantu dan meringankan biaya pendidikan mahasiswa.
Menurut buku Analisis Kebijakan Pendidikan oleh Jejen Musfah, UKT merupakan biaya kuliah tunggal (BKT) yang dikurangi dengan Bantuan Operasional PTN (BOPTN).
Hal ini sesuai dengan aturan Permendikbud Nomor 55 Tahun 2013, yang kemudian direvisi menjadi Permenristekdikti Nomor 22 Tahun 2015 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kemenristekdikti.
![]() |
Berdasarkan Permenristekdikti Nomor 22 Tahun 2015, UKT merupakan biaya kuliah yang dibebankan berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa. Dalam pembagiannya, UKT terdiri atas sejumlah kelompok, mulai dari kelompok 1, kelompok 2, dan seterusnya.
Beleid yang sama juga telah menetapkan besaran biaya bagi kelompok-kelompok tersebut sesuai dengan masing-masing universitas.
Besaran pada masing-masing kelompok bervariasi di tiap-tiap kampus, bahkan program studi. Namun, besaran bagi kelompok satu umumnya di kisaran Rp0-500 ribu.
Tjitjik menjelaskan alasan UKT kian mahal, yaitu karena mempertimbangkan biaya operasional yang ditanggung oleh perguruan tinggi. Biaya itu meliputi alat tulis kantor (ATK) hingga upah bagi dosen non-pegawai negeri sipil (PNS).
"Biaya perkuliahan itu, kan, pasti butuh ATK, butuh kemudian LCD, ada pemeliharaan, kemudian dosennya, kan, mesti harus dikasih minum, harus kemudian dibayar. Memangnya dosen gratis?" ujar dia.
Lihat Juga : |
Selain itu, biaya perkuliahan juga meliputi biaya untuk kegiatan praktikum. Besaran biaya praktikum berbeda satu sama lain, tergantung program studi.
"Seperti saya [mengajar] di Kimia. Pratikum itu satu kelas maksimal 25 orang. Dan per kelompok praktikum itu hanya 2 sampai 3 orang. Bahan habis setiap kelompok praktikum, kan, berbeda-beda. Topik praktikumnya itu, kan, berbeda. Kan, banyak. Ini, kan, yang kita masuk dengan biaya operasional," lanjut dia.
Biaya-biaya operasional lain yang termasuk dalam biaya kuliah yakni biaya ujian, tugas akhir, hingga skripsi.
(blq/asr)