Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda meminta Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim merevisi Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SBOPT) pada PTN di Lingkungan Kemendikbudristek.
Permendikbudristek itu dianggap sebagai penyebab melonjaknya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di sejumlah PTN.
"Karena itu, kita minta dalam forum yang baik ini, Pak Menteri untuk mempertimbangkan adanya revisi terkait Permen Nomor 2 Tahun 2024," kata Huda di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut aturan itu dimaknai oleh sejumlah PTN di Indonesia sebagai pintu masuk untuk menaikkan UKT.
Anggota Komisi X DPR F-PAN Zainuddin Maliki juga meminta Nadiem untuk meninjau kembali pemberlakuan aturan tersebut. Menurutnya, Permendikbudristek 2/2024 itu merupakan akar dari kegaduhan yang terjadi belakangan ini.
Penetapan Permendikbudristek Nomor 2/2024 tentang SBPOT menuai kritik dari berbagai kalangan.
Aturan itu mengatur kelompok UKT 1 sebesar Rp500 ribu dan UKT 2 sebesar Rp1 juta menjadi standar minimal yang harus dimiliki PTN. Sementara besaran UKT di tingkatan lainnya ditentukan oleh masing-masing perguruan tinggi.
Kebijakan tersebut memicu protes dari mahasiswa di berbagai PTN, seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Universitas Negeri Riau (Unri), hingga Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, hingga Universitas Sebelas Maret (UNS).
Merespons protes itu, Sekretaris Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie, menyatakan pendidikan tinggi merupakan pendidikan tingkat lanjutan yang sifatnya pilihan. Ia menyebut pendidikan tinggi masuk dalam program wajib belajar 12 tahun.
(mnf/tsa)