Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko yakin penerapan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tak berujung seperti kasus korupsi Asabri.
Dia menyebut pengawasan akan dilakukan secara optimal. Pengelolaannya juga bakal transparan.
"Saya yakin ini akan pengelolaannya akan lebih transparan, akuntabel enggak bisa macam-macam karena semua bentuk-bentuk investasi akan pasti akan dikontrol dengan baik, minimum oleh para komite dan secara umum oleh OJK," kata dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Moeldoko mengatakan dulu transparansi tidak berjalan dalam asuransi Asabri hingga terkuak kasus korupsi di dalam pengelolaannya.
Moeldoko menceritakan apa yang ia alami saat masih menjabat sebagai Panglima TNI. Kala itu dia heran menjabat sebagai Panglima TNI, tetapi tak bisa memiliki akses sama sekali dalam mengawasi uang prajuritnya.
"Jangan sampai terjadi seperti Asabri. Bayangkan itu Panglima TNI punya anggota 500 ribu prajurit enggak boleh menyentuh Asabri. Akhirnya kejadian seperti kemarin kita enggak ngerti," ucapnya.
Ia pun memastikan pengelolaan dana di program Tapera akan berlangsung secara transparan dan akuntabel.
Moeldoko menyebut pengawasan pengelolaan dana dan bentuk investasi akan diawasi dengan baik oleh banyak pihak.
Pemerintah bakal memberlakukan program tabungan perumahan rakyat (Tapera) wajib bagi seluruh pekerja paling lambat 2027.
Tapera merupakan bentuk tabungan yang menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah layak dan terjangkau.
Dasar hukum Tapera adalah Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat.
Presiden Joko Widodo lalu menerbitkan aturan pelaksanaan UU Tapera berupa Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang ditetapkan pada tanggal 20 Mei 2024.
Melalui aturan itu, pemerintah menetapkan iuran sebesar 3 persen yang dibayarkan secara gotong royong yakni 2,5 persen oleh pekerja dan 0,5 persen oleh pemberi kerja.
(mnf/khr/bmw)