Cerita Warga Jaksel Disiksa Jadi Budak di Myanmar Cuma Minum Air Hujan

CNN Indonesia
Selasa, 13 Agu 2024 10:05 WIB
Warga Jaksel inisial SA jadi korban perdagangan orang. Ia ditipu sahabat dekatnya sendiri lewat iming-iming kerja di Thailand dengan gaji Rp150 juta per bulan.
Sepupu korban penyekapan inisial SA bernama Daniel memperlihatkan bukti penyekapan SA di Myanmar.ANTARA/Luthfia Miranda Putri
Jakarta, CNN Indonesia --

Warga Jakarta Selatan SA (27) ditipu oleh teman dekatnya berinisial R, belakangan diketahui bernama Risky. Tawaran pekerjaan di Thailand dan iming-iming gaji besar membawa petaka. SA menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO.

Sepupu dari SA, Yohanna Apriliani (35), menuturkan Risky menawari SA pekerjaan di Thailand dengan gaji sebesar US$10 ribu atau sekitar Rp150 juta. Keduanya berangkat ke Thailand pada 11 Juli 2024.

Selama empat hari di Thailand, komunikasi SA dengan keluarga baik-baik saja.

"R mengabarkan SA bahwa bosnya sedang mencari tenaga kerja dan R disuruh mencari 10 orang untuk satu tim," ujar Yohanna di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (12/8) sebagaimana dilansir dari Antara.

Risky memberangkatkan SA terlebih dahulu dengan tujuan Mae Sot, Thailand dan berpisah di suatu terminal lantaran mengaku masih harus mencari anggota tim baru lainnya. Akan tetapi, SA ternyata dibawa ke Myanmar dan ke lokasi kerja yang tidak sesuai ekspektasi.

"SA bilang perusahaan yang dituju itu jorok, kotor, kumuh, dan tidak seperti kantor-kantor sama sekali. Kata dia, lebih seperti rumah susun," ucap Yohanna.

Ketika keluarga pertama kali dihubungi oleh SA, sekelompok orang meminta tebusan sebesar US$30 ribu atau sekitar Rp478 juta.

Dalam kesempatan itu pula, SA mengaku tidak bisa berbicara leluasa dengan keluarga ketika terhubung dengan sambungan telepon.

"Selama uang itu belum masuk, SA menelepon ke kita bahwa dia selalu disiksa sama orang sana. Tidak dikasih makan. Minum pun harus menunggu air hujan," ujarnya.

Selain itu, SA mengaku juga pernah dipukul menggunakan tongkat baseball.

Lantaran keluarga tidak bisa membayar, pelaku memaksa meminta 30 persen bagian dari jumlah yang semula diajukan. Apabila tidak bisa dipenuhi dalam waktu empat hari, pelaku mengancam akan mengamputasi kaki SA.

Merespons itu, pihak keluarga meminta bantuan kepada pemerintah dan kepolisian. Pada Senin (12/8), keluarga dari SA membuat aduan masyarakat (Dumas) ke Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri.

"Kita sudah bercerita banyak tentang kasus SA kepada Satgas TPPO, lalu kita diarahkan lagi untuk mengajukan dumas sekaligus melampirkan berkas bukti-bukti lainnya," kata Yohanna.

Ia turut membawa bukti antara lain bukti percakapan korban SA dengan Risky, laporan keluarga korban ke Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), serta rekaman suara.

15 WNI lain

SA mengungkapkan terdapat 15 WNI lain yang bernasib sama dengannya: ditipu, disiksa dan diperas. Dengan kondisi itu, SA meyakini akan dilepas oleh pelaku dugaan TPPO.

"Di sini ada 15 orang Indonesia kok, jadi kemungkinan besar untuk potensi lepas besar, saya yakin," ujar SA melalui pesan yang disampaikan kepada keluarganya di Jakarta, Senin.

Kendala bantuan

Diplomat Muda Direktorat Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri Rina Komaria mengakui ada keterbatasan akses dalam upaya menyelamatkan WNI yang disekap.

Terlebih juga ada kompleksitas situasi di wilayah konflik yang terjadi di Myanmar.

"Pemerintah Indonesia melalui KBRI Yangon terus mengupayakan agar WNI yang berada di wilayah sana bisa keluar dengan selamat," ujar Rina.

Kemlu RI mengimbau masyarakat waspada terhadap penipuan daring (online scam), khususnya yang berkedok penawaran kerja di luar negeri guna meminimalkan TPPO.

Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (WNI dan BHI) di bawah Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler Kemlu mencatat angka kasus TPPO cukup tinggi mencapai 2.199 kasus penipuan daring yang menimpa WNI sejak 2020 hingga Mei 2023.

(antara/ryn/wis)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER