Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzzakir menyoroti langkah KPK yang menghentikan penyidikan kasus suap Surya Darmadi terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau pada 2014.
Mudzzakir menilai penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh KPK tersebut merupakan hal yang wajar. Ia menyebut berdasarkan UU Cipta Kerja yang baru, kasus Surya Darmadi itu merupakan pelanggaran hukum administrasi dan bukan tindak pidana korupsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena itu masuk ranah hukum administrasi, lembaga manapun termasuk lembaga kejaksaan dan juga KPK juga harus menghormati itu," jelasnya kepada wartawan, Selasa (20/8).
"Jadi, kalau sudah terlanjur disangkakan atau didakwa sebagai tindak pidana korupsi, sebaiknya secara objektif KPK harus menghentikan tindakan penyidikan dalam proses itu," imbuhnya.
Ia menjelaskan salam UU Cipta Kerja, masalah pemberian izin yang sudah terlanjur diterbitkan akan diselesaikan secara restorative justice atau di luar pengadilan. Sementara sanksi yang diberikan, kata dia, telah diatur berupa pemberian denda
"Bahwa keterlanjuran pemberian izin itu adalah masuk dalam ranah hukum admistrasi dan sanksinya dapat dikenakan sanksi denda," ujarnya.
Oleh sebab itu, ia menilai sedari awal seharusnya penyidik tidak bisa mengaitkan pelanggaran administrasi sebagai tindak pidana korupsi yang merugikan negara. Hal itu menurutnya justru bertentangan dengan aturan dan ketentuan yang ada.
"Tindakan penyidik ini menjadi tanda tanya, kalau kami sebagai ahli pidana tentu saja tidak akan bisa menerima argumen bahwa itu pelanggaran administrasi digeser menjadi pelanggaran hukum pidana," tuturnya.
Di sisi lain, Mudzzakir mengatakan langkah pengajuan Peninjauan Kembali (PK) yang dilakukan Surya Darmadi dalam kasus tersebut juga sudah tepat jika merujuk aturan yang tertuang dalam UU Cipta Kerja.
"UU Cipta Kerja dan PP yang mengatur lebih lanjut dari ketentuan itu sudah menegaskan bahwa keterlanjuran pemberian izin itu adalah persoalan hukum administrasi sanksinya adalah sanksi administrasi," katanya.
Lihat Juga : |
Sebelumnya KPK telah menerbitkan SP3 terkait kasus dugaan suap bos PT Duta Palma Group, Surya Darmadi, terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau pada 2014. Surat SP3 dengan nomor: B/360/DIK.00/23/06/2024 itu ditandatangani oleh Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu.
Surya lepas dari jerat hukum pidana sebagaimana yang disangkakan dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP.
Pada 2019, lembaga antirasuah menetapkan Surya Darmadi sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau tahun 2014. Proses hukum ini merupakan pengembangan dari perkara yang menjerat mantan Gubernur Riau Annas Maamun dan kawan-kawan.
(tfq/fra)