Lahan Dijadikan Fasum, Pemilik Blokade Jalan di Makassar

CNN Indonesia
Selasa, 08 Okt 2024 10:20 WIB
Ilustrasi. Sengketa lahan di Makassar berujung blokade jalan dari ahli waris. (Foto: ANTARA FOTO/NOVRIAN ARBI)
Jakarta, CNN Indonesia --

Jalan Gatot Subroto, Kecamatan Tallo, Makassar, Sulawesi Selatan, ditutup dengan cor oleh warga yang mengklaim sebagai pemilik lahan.

Aksi itu dilakukan setelah Pemerintah Kota Makassar menjadikan lahan mereka sebagai fasilitas umum (fasum) dan tidak membayar ganti rugi sebesar Rp 12,5 miliar.

Penutupan jalan membuat pengendara roda empat maupun truk tidak dapat melintas di jalan itu sehingga warga menemui pemilik lahan untuk membuka akses jalan itu.

"Iya hari ini ada pertemuan antara warga dengan pemilik lahan," kata koordinator aksi, Abu Tholeb kepada CNNIndonesia.com, Senin (7/10).

Tak hanya itu, hadir juga tiga perwakilan dari Dinas Perhubungan (Dishub) Makassar yang meminta agar pemilik lahan segera membuka akses jalan yang berdampak pada aktivitas masyarakat setempat.

"Permintaan warga untuk membuka jalan itu, bisa diminta ke pemkot langsung. Saya hanya mengkoordinir keinginan warga saja, apabila tuntutan kami sudah bertemu dengan pemkot, saya pastikan akan melaksanakan tuntutan warga," ungkapnya.

Abu Tholeb merencanakan aksi unjuk rasa di kantor Balaikota Makassar pada Selasa (8/10) ini untuk menuntut pihak pemerintah bertemu dengan pemilik lahan dan membayar segera ganti rugi lahan.

"Rencananya besok kita akan aksi di Pemkot Makassar untuk segera menyelesaikan persoalan ini," ujarnya.

Sementara itu, kuasa hukum pemilik lahan Sigit Kurniawan mengatakan, perkara penutupan jalan ini akibat pihak Pemkot Makassar tidak segera membayar ganti rugi Rp 12,5 miliar kepada kliennya berdasarkan hasil putusan pengadilan.

"Jadi putusan pengadilan itu sudah inkrah, sejak Oktober 2022. Jadi sudah dua tahun inkrah, Pemkot Makassar ini kami anggap tidak profesional," kata Sigit.

Sejak putusan pengadilan itu, kata Sigit Pemkot Makassar membebankan kepada kliennya dengan dua hal yakni dengan mengurus persetujuan pelepasan aset ke Kementerian Keuangan dan pengurusan BPN.

"Tapi setelah kami ke Jakarta, justru pihak Kemenkeu mengatakan bahwa pelepasan aset tidak perlu persetujuan Kemenkeu, tapi itu cukup panitia pelepasan sertifikat dan selanjutnya sudah bisa dibayar. Kemudian dibebankan ke BPN untuk mencocokkan batas-batas. Tapi, BPN berpendapat bahwa pemkot yang harus memohon, karena posisi sertifikat sudah menjadi aset pemkot. Ini tidak masuk akal," ungkapnya.

Setelah dua poin yang diajukan oleh Pemkot Makassar gugur, kata Sigit muncul lagi satu syarat yang diajukan oleh pemerintah kota yakni penelusuran hak pemilik.

"Karena takut dengan pembayaran ganda. Ini kami anggap mereka tidak profesional. Kan, harusnya sewaktu digugat Pemkot Makassar sudah menelusuri untuk disampaikan ke hakim," ungkapnya.

Sigit berkata kliennya sudah melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan haknya berdasarkan hasil putusan pengadilan, antara lain menutup jalan dan bersurat ke DPRD Makassar, Gubernur Sulsel hingga ke Presiden Joko Widodo.

Berbagai upaya itu disebutnya belum mendapat respons.

"Kami sebenarnya kecewa, kami selaku kuasa hukum sudah bersurat ke presiden, Kemendagri, ke DPRD, pemkot itu sendiri dan Gubernur Sulsel. Jadi kami sudah bersurat kemana-mana, hanya malaikat saja belum disurati," ujarnya.

Dikutip dari detikcom, Kepala Bidang Pengadaan dan Pemanfaatan Tanah Dinas Pertanahan Makassar, Ismail Abdullah mengatakan pemkot akan berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dahulu untuk memproses kasus ini.

Hal itu merupakan tindak lanjut dari rapat internal yang dilakukan beberapa waktu lalu setelah penutupan jalan dilakukan pihak ahli waris.

"Kita sudah rapatkan, tindak lanjutnya itu adalah kita sudah mengirim berkas pengajuan pengadaan tanah tahun 2013 (ke BPN) karena kita mau melakukan pencocokan (lokasi)," kata Ismail, Rabu (2/9).

(mir/wis)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK