Tiga Legislasi Krusial di Era Jokowi

Info Politik | CNN Indonesia
Rabu, 09 Okt 2024 11:43 WIB
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato pengantar RUU tentang APBN tahun anggaran 2024 beserta nota keuangannya pada rapat Paripurna DPR pembukaan masa persidangan I DPR tahun sidang 2023-2024 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2023). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww)
Jakarta, CNN Indonesia --

"Kita juga patut bersyukur. Setelah 79 tahun merdeka, akhirnya kita memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru sebagai upaya memodernisasi hukum Indonesia".

Pernyataan itu disampaikan Presiden Jokowi dalam Pidato Kenegaraan dalam Sidang Tahunan MPR, 16 Agustus lalu.

Ya, setelah 79 tahun berproses, KUHP baru yang lebih modern dan menjawab tantangan zaman akhirnya rampung di masa pemerintahan Presiden Jokowi.

Tidak hanya soal KUHP, Jokowi juga mengungkap sejumlah capaian di bidang hukum selama memimpin sebagai Presiden dua periode.

Jokowi mengatakan UU Cipta Kerja yang juga telah disahkan, merupakan upaya untuk mengatasi tumpang-tindih aturan.

"UU Cipta Kerja yang merevisi 80 UU dan 1200 pasal sebagai upaya menderegulasi peraturan yang tumpang tindih," ujar Jokowi.

Sementara UU Tindak Pidana Kekekerasan Seksual (TPKS) disebutnya yang memberikan perlindungan kepada korban kekerasan seksual.

"UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual untuk memberikan perlindungan yang nyata, yang lebih kuat, terutama bagi perempuan dan anak-anak," ujar Jokowi.

KUHP baru pengganti UU kolonial

KUHP disahkan Jokowi pada 3 Januari 2023 lalu. Masa berlakunya efektif tiga tahun sejak diundangkan, berarti akan berlaku pada 2026. Pemerintah bakal menggunakan waktu hingga 2026 untuk sosialisasi kepada aparat penegak hukum, institusi pendidikan hingga masyarakat umum.

Jalan panjang pembahasan dan pengesahan KUHP dimulai sejak beberapa tahun silam. Di 2022, topik mengenai KUHP mencuat. Juli 2022 adalah target awal untuk pengesahan. Ada gejolak dari masyarakat sipil soal draf yang tidak dibuka ke publik.

Pemerintah saat itu menyatakan draf belum bisa dibuka karena masih digodok dan berubah berdasar kajian dan masukan publik.

Menjelang pengesahan, aksi demonstrasi terjadi. Pemerintah menyadari KUHP baru tidak bakal disetujui 100 persen oleh masyarakat. KUHP kemudian disahkan dalam rapat paripurna DPR 6 Desember 2022.

KUHP baru terdiri dari, 37 bab, 624 Pasal dan 345 halaman yang terbagi dalam dua bagian, yakni bagian pasal dan penjelas. Pengundangan KUHP dilakukan 25 hari setelah Paripurna DPR. KUHP yang baru akan menggantikan KUHP yang berlaku saat ini dan disebut sebagai warisan pemerintah kolonial Belanda.

Terlepas dari kritik, KUHP menuai pujian dari masyarakat hingga pakar hukum.

Menurut Guru Besar Hukum Universitas Negeri Semarang Prof R Benny Riyanto mengatakan KUHP nasional ini sangat futuristik sebab memuat norma yang dapat menjangkau kebutuhan hukum di masa yang akan datang.

Ia mencontohkan Pasal 188 diatur bahwa yang bisa diancam pidana bukan hanya mereka yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme tetapi juga paham lain yang bertentangan dengan Pancasila.

"Jadi yang dimaksud 'paham lain' tersebut bisa diartikan paham ideologi apapun yang bertentangan dengan Pancasila pada saat ini maupun yang akan datang. Ini termasuk hal baru yang perlu kita apresiasi, di mana dalam KUHP WvS (peninggalan kolonial Belanda) tidak ada," kata Benny dalam keterangan tertulis, Januari 2024 lalu, dikutip dari detikcom.

Menurut Benny KUHP baru juga mencantumkan rumusan tindak pidana baru yang lain, yang asli Indonesia. Ia mencontohkan seperti tindak pidana seseorang yang menyatakan dirinya punya kekuatan gaib yang dapat mencederai orang lain, sehingga dapat menimbulkan tindak pidana baru (penipuan dan pemerasan). Ada juga terkait tindak pidana kumpul kebo atau kohabitasi.

"Walaupun diatur bersamaan dengan perzinahan, tapi ini tindak pidana asli Indonesia karena istilah 'kumpul kebo' hanya dikenal di negara kita, dan ini bertentangan dengan nilai-nilai moral dan budaya bangsa kita," lanjutnya.

Senada dengan itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Topo Santoso mengatakan KUHP baru mengandung banyak kelebihan. Hal itu terlihat dari cerminan nilai dan norma Indonesia sebagai negara berdaulat serta lebih sesuai dengan zaman modern.

Hal ini karena KUHP baru ini disusun oleh bangsa sendiri di era modern yang sudah sangat jauh berkembang dibanding saat KUHP kolonial disusun ratusan tahun lalu. Contoh sederhananya, KUHP lama sebenarnya masih menggunakan bahasa Belanda dan diberlakukan di Indonesia dalam beberapa versi terjemahan.

"Kita memiliki tingkat kepastian hukum yang lebih tinggi dibanding KUHP lama buatan kolonial, dimana sekarang menggunakan bahasa Indonesia. KUHP baru ini juga lebih jelas dalam berbagai hal, lebih sistematis, dan telah mengadopsi berbagai perkembangan teknologi informasi, ekonomi, budaya, dan masyarakat," tutur Topo.

Yoan (28), warga Mampang Prapatan Jakarta Selatan mengaku bangga Indonesia memiliki aturan soal KUHP sendiri dan meninggalkan aturan warisan kolonial Belanda.

Menurutnya, proses revisi KUHP Belanda dengan KUHP buatan Indonesia telah menegaskan KUHP baru ini sebagai identitas Indonesia.

"Kalau pakai yang lama peninggalan belanda, ibaratnya rasa kolonialisme yang masih terasa. Belum merdeka sepenuhnya," kata Yoan kepada CNNIndonesia.com, Senin (7/10).

Yoan juga setuju jika pasal yang mengatur tindak pidana terhadap penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden diatur dalam KUHP yang baru. Namun, ia memberi catatan kepada aparat agar bisa membedakan antara kritik kebijakan dan serangan terhadap harkat dan martabat presiden.

"Aparat penegak hukum harus bisa membedakan mana yang kritik pribadi dan kritik kebijakan," kata dia.

Omnibus Law Ciptaker

Di masa Pemerintahan Jokowi, Undang-undang Cipta Kerja juga disahkan. Saat pidato pelantikan pada 20 Oktober 2019, Jokowi telah menyampaikan ide soal Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Ia mengatakan kendala-kendala regulasi harus disederhanakan.

"Segala bentuk kendala regulasi harus kita sederhanakan, harus kita potong, harus kita pangkas. Pemerintah akan mengajak DPR untuk menerbitkan 2 undang-undang besar. Pertama, UU Cipta Lapangan Kerja. Kedua, UU Pemberdayaan UMKM," kata Jokowi saat itu.

Pemerintah menyerahkan draf RUU Cipta Kerja kepada DPR pada Januari 2020. Aturan itu disahkan dalam paripurna DPR pada 5 Oktober 2020. Saat itu muncul penolakan di masyarakat. Ada juga yang menggugat ke MK.

MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Pemerintah kemudian menerbitkan Perppu nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Perppu itu sekaligus menggugurkan status inkonstitusional bersyarat UU Cipta Kerja.

Dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana negara Juni lalu, Jokowi menyebut Undang-undang Cipta Kerja menjadi salah satu faktor utama kenaikan daya saing Indonesia.

Ia mengatakan daya saing Indonesia naik ke posisi 27 dunia dari yang sebelumnya 34 berdasarkan data Indeks World Competitiveness Ranking 2024. Indonesia mampu menyalip Jepang hingga Inggris.

"Karena UU Ciptaker kita, kita mengalami peningkatan 8 level. Karena dunia bisnis kita yang semakin kompetitif baik karena ketenagakerjaan maupun produktivitas level kita menjadi naik 6 level," kata Jokowi.

Sembilan Jenis Kekerasan di UU TPKS

Satu aturan krusial lagi yang disahkan di zaman Jokowi adalah UU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Pembahasan RUU ini mandek sejak 2016. Di awal 2022, Jokowi buka suara soal RUU itu. Ia berharap RUU TPKS segera disahkan.

"Saya harap RUU TPKS ini segera disahkan sehingga dapat memberikan perlindungan secara maksimal bagi korban kekerasan tanah air," kata Jokowi.

UU yang berisi 93 pasal ini kemudian disahkan pada April 2022 dan resmi diundangkan pada Mei 2022.

UU TPKS membagi sembilan jenis kekerasan seksual yang masuk unsur pidana.

Pembagian sembilan jenis kekerasan seksual tersebut diketahui mengakomodasi pengaturan kasus kekerasan seksual yang sebelumnya terpisah dalam sejumlah undang-undang.

Sembilan jenis kekerasan seksual diatur dalam Pasal 4. Di situ disebutkan, jenis kekerasan seksual terdiri dari, pelecehan seksual non fisik; pelecehan seksual fisik; pemaksaan kontrasepsi; dan pemaksaan sterilisasi.

Lalu ada pemaksaan perkawinan; penyiksaan seksual; eksploitasi seksual; perbudakan seksual; dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Selain sembilan jenis kekerasan seksual tersebut, UU TPKS juga mengatur bentuk kekerasan seksual yang dikategorikan tindak pidana.

"Pengesahan RUU TPKS adalah menjadi hadiah bagi seluruh perempuan Indonesia, ini juga hadiah bagi seluruh rakyat Indonesia dan kemajuan bangsa kita," kata Ketua DPR Puan Maharani saat mengesahkan RUU TPKS, 12 April 2022.

Saputri Ayu (31) mendukung penuh pemerintah mengesahkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Menurut wanita yang berdomisili di Bekasi ini, kekerasan seksual sudah menjadi momok yang menyeramkan dalam pembangunan manusia. Ia menilai UU TPKS telah memberikan perlindungan hukum yang jelas bagi korban kekerasan seksual.

"Sanksi yang lebih berat bagi pelaku juga diatur bikin lebih kapok," kata Saputri.

Saputri mengatakan negara wajib melindungi warga negaranya dari kekerasan seksual. Dia berharap RUU TPKS dapat memperkuat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Indonesia.

"Ini penting dirasakan karena regulasi nasional yang ada belum cukup untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual," ujarnya.

(wis/yoa/sur)
KOMENTAR

TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK