Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto mendapat pertanyaan terkait hubungan partainya, termasuk Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Joko Widodo dalam sidang doktoralnya di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI), Jumat (18/10).
Pertanyaan itu disampaikan Prof Hanief Saha Ghafur selaku salah satu penguji dalam sidang tersebut. Kepada Hasto, Hanief bertanya soal hubungan PDIP dengan Jokowi dalam hubungannya dengan kepemimpinan Megawati.
"Saya melihat ketegasan kepemimpinan di PDIP memang kuat, tegas. Tapi bagaimana PDIP menjaga ketahanan partai dari ancaman konflik yang destruktif ke masa depan? Khususnya konflik terkini antara PDIP dengan Presiden Jokowi," kata Hanief.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertanyaan itu memancing tepuk tangan riuh dari peserta yang menghadiri sidang terbuka tersebut.
Merespons itu, Hasto menilai kasus tersebut tak bisa dibandingkan dengan penelitiannya sebab memiliki nilai yang berbeda. Pihak pertama, kata Hasto, berjuang untuk Indonesia.
Sementara, pihak yang lain berjuang untuk segitiga otoritarian sebagaimana juga disampaikan dalam teori Machiavelli. Dalam teori itu, terang Hasto, ada tiga bentuk bentuk otoritarianism yang diajarkan Machiavelli.
Pertama, jadilah pembohong yang hebat. Kedua, gapailah sesuai yang besar dengan menipu. Ketiga, tak kekurangan alasan untuk mengingkari janji.
"Sebagai contoh the way of Machiavellianism ada tiga aspek yang diajarkan Machiavelli. Yang pertama, jadilah orang munafik dan pembohong yang hebat. Yang kedua, mencapai hal-hal yang besar dengan menipu. Ini ada teorinya. Yang ketiga, tidak pernah kekurangan alasan yang sah untuk mengingkari janji-janjinya," terang Hasto.
Dia menyebut bahwa Megawati masuk ke politik dengan berjanji kepada ayahnya, Bung Karno, agar Indonesia sesuai harapan pada pendiri Bangsa. Dengan prinsip itulah, dia menyebut PDIP hingga saat ini tetap bertahan meski melalui jalan berdarah.
"Dengan demikian, dari teori ketahanan partai ini terbukti bahwa meskipun PDIP itu luka-luka. Karena memang yang dihadapkan adalah watak kekuasaan itu," kata Hasto.
Hasto mengklaim tak berniat mencari gelar lewat program doktoral keduanya yang ia ambil di UI.
"Saya mengambil doktor kedua di UI bukan untuk mencari gelar," kata Hasto.
Mengutip Bung Karno, Hasto mengatakan bahwa ilmu pengetahuan harus berguna bagi kemanusiaan. Dia mengaku semata-mata hanya ingin menghormati bahwa Indonesia dibangun tradisi intelektual para pendirinya.
Hasto menjelaskan bahwa disertasi pertamanya di Unhan ia rumuskan dari sejarah dialektika Sukarno terhadap Nusantara. Terutama peran Indonesia dalam membangun sejarah perdamaian dunia.
"Tradisi intelektual Sukarno yang kami rumuskan dalam disertasi pertama muncul dari dialektika terhadap sejarah Nusantara. Bagaimana kemerdekaan Indonesia untuk membangun persaudaraan dunia," katanya.
Pada kesempatan itu, sejumlah elite politik DPP PDIP turut hadir menyaksikan sidang terbuka doktoral Hasto. Termasuk Ketua Umum Megawati, Muhammad Prananda Prabowo, Ganjar Pranowo, hingga Mahfud MD.
Dalam sidang itu, Hasto mempertahankan disertasinya yang berjudul 'Kepemimpinan Strategis Politik, Ideologi, dan Pelembagaan Partai serta Relevansinya terhadap Ketahanan Partai: Studi pada PDI Perjuangan'.
Hasto memulai program Doktoral itu sejak 2021, atau bersamaan dengan program doktoral pertamanya di Universitas Pertahanan yang lulus pada 2022.
(thr/isn)