Kejaksaan Agung (Kejagung) RI mengaku tengah mendalami dugaan adanya aliran dana kepada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong terkait izin Persetujuan Impor (PI) yang diterbitkan pada 2015.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menyebut pendalaman dilakukan penyidik lantaran izin itu diberikan Tom Lembong kepada perusahaan swasta ketika Indonesia sedang mengalami surplus gula.
"Mengenai aliran dana itu akan didalami juga. Karena kalau kita lihat tersangka (Tom Lembong) sebagai regulator bersama dengan PT PPI dan perusahaan-perusahaan itu. Apakah ada misalnya di situ unsur aliran dana tentu nanti akan terus didalami," ujarnya kepada wartawan, Rabu (30/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harli mengatakan pendalaman juga dilakukan penyidik terkait nilai kerugian negara yang saat ini terhitung mencapai Rp400 miliar. Ia menyebut bukan tidak mungkin nilai kerugian itu masih akan bertambah setelah dilakukan penyidikan lebih lanjut.
Lebih lanjut, Harli mengatakan penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus juga bakal memeriksa saksi terkait lainnya termasuk para perusahaan swasta yang ditunjuk.
"Misalnya dari 8 perusahaan itu, kan dia mendapat keuntungan. Nah, apakah misalnya ada aliran dana terhadap siapa saja? Itu nanti sangat tergantung dengan keterangan yang akan berkembang," tuturnya.
Sebelumnya Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus korupsi penyalahgunaan wewenang impor gula.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar mengatakan pihaknya telah memiliki alat yang cukup untuk menetapkan Tom menjadi tersangka. Tersangka lainnya adalah CS eks direktur pada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Tom Lembong dinilai menyalahgunakan wewenangnya sebagai Menteri Perdagangan dengan mengeluarkan izin Persetujuan Impor (PI) dengan dalih pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula nasional meskipun Indonesia sedang surplus gula.
Tom Lembong juga diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP) kepada pihak-pihak yang tidak berwenang.
Dalam kasus ini, Kejagung menyebut nilai kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan mencapai Rp400 miliar.
(tfq/kid)