Kisah Alumnus Unair Perjuangkan Kesehatan di Ujung Timur Indonesia

Universitas Airlangga | CNN Indonesia
Senin, 25 Nov 2024 13:10 WIB
Kisah dokter Amira Abdat SpOG yang menjalankan pengabdian di Papua. (Foto: Universitas Airlangga)
Jakarta, CNN Indonesia --

Universitas Airlangga (Unair) di Surabaya, Jawa Timur terus melahirkan sosok-sosok berprestasi yang selalu siap mendedikasikan diri untuk masyarakat. Salah satunya, dokter Amira Abdat SpOG yang menjalankan pengabdian di Papua.

Pengabdian itu dimulai di sebuah puskesmas di pelosok Fakfak, Papua Barat pada 2013-2015. Pada 2015, Amira mendapat beasiswa dari Kementerian Kesehatan untuk melanjutkan pendidikan spesialis di Unair.

Pendidikan itu selesai pada 2020, dan Amira memutuskan kembali lagi ke Fakfak, di mana dirinya menjadi satu-satunya dokter spesialis obgyn. Sehari-hari, Amira bertugas sebagai dokter kandungan di rumah sakit umum daerah (RSUD) Fakfak.

Selain memeriksa pasien hamil dan mengadakan tindakan operasi, Amira juga mengambil peran sebagai ketua tim Gerakan Jemput Bola bersama rekan perawat dan tenaga kesehatan lainnya. Setiap akhir pekan, Amira bersama tim mendatangi rumah-rumah warga di kampung-kampung terpencil yang kesulitan akses fasilitas kesehatan.

"Tujuannya adalah agar tidak ada lagi pasien yang datang dalam kondisi darurat, yang tentunya situasi tersebut dapat meningkatkan angka kematian ibu dan bayi," kata Amira.

Bekerja di area yang masih memiliki banyak keterbatasan, membuat Amira kerap mengalami momen yang menguras tenaga dan pikiran. Namun, moto Unair 'excellent with morality' telah begitu melekat, memberi Amira energi untuk terus memberikan yang terbaik bagi warga Fakfak.

"Yang paling penting adalah jadi dokter baik, maka sukses dan rejeki akan mengikuti sendiri. Jadi kalau kita punya etika moral, pasti kita akan selalu berprinsip bahwa semua yang kita lakukan ini adalah untuk orang lain. Jadi, jangan pernah mengeluh atau merasa kurang," ujarnya.

Bagi Amira, kesempatan mengabdi ini menjadi wujud syukur atas pemberian Tuhan, yakni dapat memberi manfaat bagi sesama.

Lebih jauh, Amira menyatakan bahwa pengabdian kepada masyarakat tanpa mempertimbangkan imbalan merupakan panggilan jiwa. Terlebih, pengabdian itu dilakukan di wilayah terpencil.

"Ini panggilan jiwa, bukan sekadar perniagaan. Materi memang penting, karena hidup membutuhkan itu. Namun, materi tidak selalu berupa finansial. Kesehatan, kebahagiaan, banyaknya teman, relasi, serta kemudahan akses adalah bentuk rezeki yang patut disyukuri," ujarnya.

Amira mengingatkan, mental dan niat kuat mutlak menjadi syarat saat mempersiapkan diri sebelum mengabdi bagi bangsa dan negara.

"Karena sebetulnya pengabdian itu adalah milik kita bersama serta sebuah wujud cinta tanah air. Di dalam pengabdian itu ada rasa tanggung jawab, komitmen, ikatan batin, dan ikatan cinta untuk sesama. Jadi, rasa untuk mengabdi itu seharusnya dimiliki oleh setiap orang yang sudah menempuh pendidikan perkuliahan," pungkas Amira.

(rea/rir)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK