Komnas HAM Surati Menbud Imbas 'Pemberedelan' Pameran Yos Suprapto
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebut Komnas HAM mengirim surat ke Menteri Kebudayaan Fadli Zon imbas pembatalan pameran lukisan seniman Yos Suprapto bertajuk Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan.
Pengacara Publik YLBHI Alif Fauzi menjelaskan, surat itu juga dilayangkan kepada Galeri Nasional untuk meminta keterangan terkait kasus tersebut.
"Komnas HAM pada tanggal 20 Desember kemarin telah menyampaikan surat ke Menteri Kebudayaan dan juga Direktur Galeri Nasional untuk meminta keterangan terhadap fakta pemberedelan pameran tunggal Yos Suprapto," kata Alif dalam konferensi pers di Gedung YLBHI, Jakarta, Sabtu (21/12).
Alif menegaskan, permintaan keterangan itu penting untuk membuat kasus 'pembredelan' ini terang dan meluruskan asumsi yang beredar di publik.
"Sehingga anasir-anasir atau asumsi-asumsi publik bahwa ini adalah praktik penundaan ini hanya bisa dilakukan oleh otoritas, dalam hal ini yaitu pemerintah melalui Direktur Galeri Nasional maupun Menteri Kebudayaan," tutur dia.
Dalam surat yang diterima CNNIndonesia.com, surat permintaan keterangan itu bernomor 1062/PM.00/SPK.01/XIl/2024 yang ditujukan kepada Menteri Kebudayaan dan Kepala Galeri Nasional.
Surat itu ditandatangani oleh Komisioner Komnas HAM Uli Parulian Sihombing tertanggal 20 Desember 2024.
Komnas HAM menegaskan, negara berkewajiban untuk melindungi kebebasan berpendapat dan berekspresi setiap warga negara.
"Hak tersebut dijamin oleh hukum yang berlaku di Indonesia melalui Pasal 23 UU HAM dan Pasal 19 DUHAM," bunyi salah satu petikan surat tersebut.
"Saudara, selaku bagian dari Pemerintah Republik Indonesia, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dalam pemenuhan dan perlindungan hak asasi warga negara Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 28l ayat (4) UUD 1945 dan Pasal 71 UU HAM."
Oleh karena itu, Komnas HAM bersurat kepada Menteri Kebudayaan dan Kepala Galeri Nasional selaku pemimpin lembaga di bawah kementerian.
"Untuk itu, kami meminta agar penanganan perkara tersebut dapat ditindaklanjuti secara objektif dan profesional sesuai dengan prinsip penegakan dan kepastian hukum, prinsip hak asasi manusia," bunyi surat itu.
Suwarno Wisetrotomo selaku kurator pameran tersebut telah buka suara atas situasi yang terjadi di Galeri Nasional.
Melalui keterangan tertulis, Suwarno menyatakan, ada dua karya yang menggambarkan opini pribadi sang seniman soal praktik kekuasaan yang tidak sesuai dengan tema.
"Saya sampaikan kepada seniman bahwa karya tersebut tidak sejalan dengan tema kuratorial, dan berpotensi merusak fokus terhadap pesan yang sangat kuat dan bagus dari tema pameran," kata Suwarno.
"Menurut pendapat saya, dua karya tersebut 'terdengar' seperti makian semata, terlalu vulgar, sehingga kehilangan metafora yang merupakan salah satu kekuatan utama seni dalam menyampaikan perspektifnya," sambungnya.
Sementara itu, dalam keterangan resmi di media sosial, Galeri Nasional mengatakan pameran harus ditunda imbas kendala teknis yang tidak bisa dihindari. Padahal, pameran itu dijadwalkan berlangsung sebulan sejak 20 Desember 2024.
Pihak Galeri Nasional mengaku memahami rasa kecewa yang berpotensi muncul imbas langkah tersebut. Lembaga budaya itu lantas meminta maaf kepada semua pihak atas penundaan yang diputuskan tiba-tiba.
Mereka mengklaim penundaan pameran seniman ternama itu diambil atas pertimbangan yang matang. Galnas juga berjanji akan menjalin komunikasi dengan Yos Suprapto agar dapat menemukan solusi terbaik.
(asr/asr)