Lintang Mendung Kembang Jagad menarik gugatannya di Mahkamah Konstitusi (MK) soal pasal 281 ayat (1) dan pasal 299 ayat (1) Undang-Undang Pemilu yang memperbolehkan presiden dan wakil presiden ikut kampanye.
Pada persidangan perkara nomor 172/PUU-XXII/2024 hari ini, ia menyampaikan penarikan gugatan. Lintang beralasan MK pernah menyidangkan perkara serupa dan tidak menerima gugatan tersebut.
"Setelah adanya pertimbangan dalam pengujian pasal undang-undang a quo, pemohon belum menemukan bukti yang cukup dan konkret dalam pasal yang diajukan," kata Lintang pada persidangan yang disiarkan kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI, Senin (30/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lintang juga mengakui ia belum bisa memperbaiki permohonan sesuai arahan majelis hakim. Dia berkata tak punya cukup waktu untuk melakukan perbaikan.
Permohonan pencabutan gugatan itu didengar majelis hakim yang terdiri dari hakim Daniel Yusmic, Arsul Sani, dan Anwar Usman. Namun, para hakim belum bisa memutuskan pencabutan permohonan.
"Nanti hakim panel akan menyampaikan rapat permusyawaratan hakim. Apa pun hasilnya terkait dengan penarikan ataupun pencabutan ini nanti akan disampaikan kepada saudara Lintang," ujar hakim Daniel.
Sebelumnya, Lintang Mendung Kembang Jagad menggugat pasal 281 ayat (1) dan pasal 299 ayat (1) Undang-Undang Pemilu. Dia mempermasalahkan aturan yang memperbolehkan presiden dan wakil presiden ikut kampanye.
Menurut Lintang, pasal itu sebaiknya dibatasi. Dia mengusulkan agar presiden dan wakil presiden hanya diperbolehkan berkampanye jika sedang mencalonkan kembali untuk periode kedua.
Lintang khawatir jika tak ada batasan, maka justru akan berdampak buruk bagi integritas pemilu. Ia khawatir aparat negara tidak netral bila presiden ikut kampanye.
"Hal demikian sangatlah berisiko jikalau posisi presiden yang memiliki komando dan kuasa tertinggi kepada TNI dan Polri yang kemudian presiden berkampanye dan mendukung salah satu calon presiden dan/atau wakil presiden, dapat berpotensi dan dianggap oleh TNI atau Polri bahwa hal demikian merupakan perintah presiden sebagai pemberi komando tertinggi," kata Lintang dalam salinan permohonannya.
(dhf/gil)