Penanganan kasus dugaan suap penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 yang menyeret mantan calon legislatif PDI Perjuangan (PDIP) Harun Masiku memasuki tahun kelima pada Rabu (8/1).
Namun, belum ada perkembangan signifikan yang disampaikan KPK mengenai perburuan buron tersebut. KPK hanya menyampaikan informasi normatif perihal pencarian Harun.
"Saya tidak bisa menjelaskan detail. Nanti kalau seandainya memang sudah ada titik terang dari penyidik, kita akan sampaikan. Yang jelas sampai dengan saat ini pencarian aktif masih dilaksanakan," ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
KPK memulai proses hukum kasus ini dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. Saat itu, KPK menangkap Komisioner KPU RI periode 2017-2022 Wahyu Setiawan dan tujuh pihak lainnya. Empat orang ditetapkan sebagai tersangka.
Selaku penerima suap adalah Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina yang juga orang kepercayaannya. Belakangan diketahui Wahyu dan Tio sempat menjadi kader PDIP.
Kemudian sebagai pemberi suap adalah Harun Masiku dan Saeful Bahri. Wahyu menerima suap terkait penetapan anggota DPR terpilih 2024 dari fraksi PDIP. Caleg PDIP terpilih dalam Pemilu 2019, Nazarudin Kiemas, meninggal sehingga harus dicari penggantinya di kursi legislatif.
Pada awal Juli 2019, salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan seseorang bernama Donny Istiqomah (Advokat) mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara. Pengajuan gugatan materi ini terkait dengan meninggalnya caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas pada Maret 2019.
Gugatan tersebut kemudian dikabulkan Mahkamah Agung (MA) pada 19 Juli 2019. Pada putusannya, MA menetapkan partai adalah penentu suara dan PAW.
PDIP lalu mengirim surat ke KPU untuk menetapkan Harun sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang sudah wafat.
Akan tetapi, lewat Rapat Pleno 31 Agustus 2019, KPU justru menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti mendiang Nazarudin Kiemas.
Untuk mendorong Harun sebagai PAW, kader PDIP Saeful Bahri menghubungi orang kepercayaannya yang juga mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina, guna melakukan lobi. Agustiani pun menjalin komunikasi dengan Wahyu. Wahyu menyanggupi membantu, dan meminta dana operasional Rp900 juta. Pemberian uang dilakukan dua kali.
Pemberian uang tersebut terjadi pada pertengahan dan akhir Desember 2019. Pada pemberian pertama, salah satu sumber dana memberikan Rp400 juta untuk Wahyu melalui Agustiani, Donny dan Saeful. Kemudian Wahyu menerima uang lagi dari Agustiani sebesar Rp200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.
Lalu, pada akhir Desember 2019, Harun memberikan uang kepada Saeful sebesar Rp850 juta lewat salah seorang staf di DPP PDIP. Saeful memberikan uang Rp150 juta kepada Donny. Kemudian, sisanya Rp700 juta yang masih di Saeful dibagi menjadi Rp450 juta pada Agustiani, di mana Rp250 juta untuk operasional.
Dari Rp450 juta yang diterima Agustiani, sejumlah Rp400 juta merupakan uang yang ditujukan untuk Wahyu. Uang tersebut dalam bentuk dolar Singapura.
Pada 7 Januari 2020, Rapat Pleno KPU menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW, dan tetap pada keputusan awal. Wahyu lantas menghubungi Donny dengan menyampaikan telah menerima uang dan akan mengupayakan Harun menjadi PAW.
Selanjutnya, pada 8 Januari 2020, Wahyu meminta sebagian uangnya di Agustiani. Pada saat itulah, tim KPK melakukan OTT.
Pada Juni 2021, Wahyu Setiawan dijebloskan KPK ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kedungpane, Semarang, Jawa Tengah.
Wahyu harus menjalani pidana badan selama tujuh tahun penjara sebagaimana putusan MA Nomor: 1857 K/Pid.Sus/2021 jo putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 37/Pid.Sus-TPK/2020/PT DKI jo putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 28/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 24 Agustus 2020.
Dalam putusan di tingkat kasasi, Wahyu turut dihukum membayar pidana denda sebesar Rp200 juta subsider enam bulan kurungan. Hak politik Wahyu juga dicabut selama lima tahun.
Wahyu dinilai terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dengan orang kepercayaannya, Agustiani Tio Fridelina, dengan menerima uang senilai total Rp600 juta terkait PAW anggota DPR RI periode 2019-2024.
Ia juga terbukti menerima Rp500 juta dari Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo, terkait dengan pemilihan Calon Anggota KPU Daerah Provinsi Papua Barat periode tahun 2020-2025.
Sejak 6 Oktober 2023, Wahyu sudah bebas bersyarat. Ia telah diperiksa KPK lagi sebagai saksi beberapa kali.
Sementara itu, Tio divonis dengan pidana empat tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan. Ia telah bebas bersyarat sejak 15 September 2022 dan di bawah bimbingan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bogor hingga 29 April 2024. Bimbingan telah berakhir.
Sedangkan Saeful, berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 18/Pid. Sus-Tpk/2020/PN. Jkt. Pst tanggal 28 Mei 2020, divonis dengan pidana 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan.
Saeful bebas murni sejak tanggal 5 September 2021 dari Lapas Kelas 2 Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
KPK hingga detik ini belum mampu memproses hukum Harun. Padahal, tiga tersangka lainnya sudah selesai menjalani masa pidana.
Senin, 13 Januari 2020, Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi saat itu, Arvin Gumilang, mengatakan Harun tercatat dalam data perlintasan terbang ke Singapura pada 6 Januari. Saat itu, Arvin bilang Harun belum kembali lagi ke Indonesia.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly juga menegaskan Harun belum kembali ke Indonesia. Pada saat yang bersamaan, KPK mengirim surat pencegahan ke luar negeri atas nama Harun ke pihak Imigrasi.
Namun, jejak Harun terendus sudah kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020. Pengakuan soal keberadaan Harun datang dari istrinya, Hildawati Jamrin. Ia mengatakan suaminya itu mengabarkan sudah di Jakarta pada 7 Januari.
Belakangan atau pada 22 Januari 2020, Ditjen Imigrasi baru mengakui Harun telah kembali ke Indonesia pada tanggal tersebut.
Imigrasi berdalih terjadi kerusakan sistem sehingga data perlintasan Harun tak masuk dalam pusat informasi.
Setelah polemik tersebut, Harun "hilang". Keberadaannya tidak diketahui lagi.
Direktur Penyidikan KPK Brigjen Asep Guntur Rahayu pada 11 Agustus 2023 mengatakan Divisi Hubinter Polri bekerja sama dengan sejumlah kepolisian negara lain yang memungkinkan KPK untuk ikut turut serta.
"Misalnya kepolisian Singapura, kepolisian Malaysia, Filipina, nah bekerja sama dengan kepolisian Indonesia sekiranya ada informasi di negara tersebut. Kita bisa bekerja sama melalui kepolisian Indonesia, Mabes Polri, kemudian Mabes Polri dengan negara tersebut untuk mencari para terduga atau tersangka itu," tutur Asep.
KPK telah mengirim surat permohonan penerbitan red notice untuk memburu Harun.
Surat permohonan penetapan status buron internasional itu dikirim ke Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia, Badan Pemelihara Keamanan Polri, Senin, 31 Mei 2021.
Selain itu, KPK juga bekerja sama dengan Ditjen Imigrasi Kemenkumham yang mempunyai tugas mengawasi lalu lintas seseorang untuk masuk dan keluar wilayah RI.
Pada Desember 2024, KPK mengumumkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan advokat PDIP Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka kasus dugaan suap berkaitan dengan upaya meloloskan Harun ke Senayan.
Selain itu, Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
Hasto disebut membocorkan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada awal 2020 lalu yang menyasar Harun.
Ia diduga meminta Harun merendam handphone dan segera melarikan diri.
Hasto diduga juga memerintahkan anak buahnya yakni Kusnadi (Staf PDIP) untuk menenggelamkan handphone agar tidak ditemukan oleh KPK.
Tak hanya itu, Hasto disebut mengumpulkan beberapa orang saksi terkait perkara agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
Hasto sudah dipanggil untuk diperiksa sebagai tersangka pada Senin (6/1) kemarin, namun yang bersangkutan meminta penjadwalan ulang. Hasto ingin pemeriksaan dilakukan setelah HUT PDIP 10 Januari mendatang.
Kemarin, Selasa (7/1), tim penyidik KPK menggeledah dua rumah kediaman Hasto yang berada di Kebagusan, Jakarta Selatan dan di Perumahan Villa Taman Kartini, Blok G3, Nomor 18, Margahayu, Bekasi, Jawa Barat. Sejumlah barang bukti termasuk surat berupa catatan telah disita.
(ryn/tsa)