Masyarakat sipil mendesak DPR RI untuk fokus pada kewenangan jaksa yang terkesan full power dalam pembahasan rencana Revisi Undang-undang Kejaksaan tahun ini.
Advokat Themis Indonesia Ibnu Syamsu Hidayat mengatakan ada beberapa aturan yang perlu dikaji ulang. Seperti Pasal 8B Undang-undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU 16/2004 tentang Kejaksaan yang memperbolehkan jaksa menggunakan senjata api.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian Pasal 30B terkait fungsi jaksa di bidang intelijen penegakan hukum. Lewat Pasal tersebut, jaksa memiliki kewenangan yang luas di bidang intelijen. Mulai dari penyelidikan, pengamanan dan penggalangan, juga menciptakan kondisi (cipkon) dan melaksanakan pengawasan multimedia.
"Kejaksaan saat ini punya semua perangkat projustitia dari awal sampai akhir. Kalau itu tidak diawasi tentu akan membahayakan. Full power itu akan membahayakan," ujar Ibnu melalui keterangan tertulis, Jumat (17/1).
Terlebih lagi, ada impunitas yang membuat jaksa terkesan tidak bisa tersentuh hukum. Ketentuan itu diatur dalam Pasal 8 ayat (5).
Dalam Pasal tersebut, upaya hukum terhadap jaksa, baik itu pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan dan penahanan hanya dapat dilakukan atas seizin Jaksa Agung.
Menurut Ibnu, kewenangan yang luas itu berpotensi disalahgunakan. Termasuk soal penggunaan senjata api.
"Kalau untuk kebutuhan pengamanan, jaksa tinggal minta perbantuan ke kepolisian," ucap dia.
DPR RI akan kembali melakukan perubahan UU Kejaksaan dan telah masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2025.
Sebelumnya, parlemen telah merevisi UU Kejaksaan pada 2021 lalu, yakni UU 11/2021 tentang Perubahan atas UU 16/2004.
(ryn/fra)