Penyidik Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Maros, Sulawesi Selatan, masih melakukan penyelidikan terkait kepemilikan sertifikat hak milik (SHM) di atas lahan hutan mangrove seluas 6 hektare dengan atas nama pemilik Ambo Masse.
"Pemilik SHM dalam hal ini terduga pelaku sudah kami periksa berikut dengan 9 saksi, termasuk saksi ahli," kata Kasat Reskrim Polres Maros, Iptu Aditya Pandu kepada CNNIndonesia.com, Rabu (5/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam penyelidikan tersebut, kata Aditya, penyidik bakal kembali melakukan pemanggilan terhadap Ambo Masse untuk dimintai keterangan dalam kepemilikan SHM di atas lahan hutan mangrove tersebut.
"Iya kita akan kembali melakukan pemeriksaan lagi terhadap terduga pelaku pada hari Kamis," jelasnya.
Polres Maros menyelidiki kasus dugaan perusakan hutan mangrove di Desa Kuri Caddi, Maros. Namun, dalam proses penyelidikan penyidikan temukan lahan tersebut telah memiliki SHM.
"Sementara ini kami masih mendalami bagaimana peristiwa penerbitan hak milik di atas tanaman mangrove. Diketahui bahwa tanaman mangrove ini sudah ada sejak lama, sebelum SHM ini ada. Jadi tidak mungkin mangrove dikelola secara garapan yang mana tanaman itu diketahui, tanaman yang dilindungi," kata Aditya kepada wartawan pada Jumat (24/1) lalu.
Sementara itu, Kepala Kantor BPN Maros, Murad Abdullah sudah buka suara perihal lahan hutan mangrove di Kabupaten Maros yang ber-SHM tersebut. Sertifikat hak milik lahan mangrove tersebut terbit pada tahun 2009 silam berdasarkan adanya rinci.
"Dengan rinci itu, maka sertifikat yang timbul adalah sertifikat hak milik. Nah pada tahun 2009 itu lokasi yang dimaksud itu belum masuk dalam kawasan mangrove. Ini ada dua sertifikat yang terbit pada tahun 2009," kata Murad kepada wartawan, Jumat lalu.
Kemudian pada 2012 lalu terbit Perda 4/2012, sehingga kawasan tersebut beralih menjadi kawasan mangrove dengan alasan berada di daerah pesisir.
"Maka proses hak pakai dimana pemohon bermohon untuk peningkatan menjadi hak milik itu tidak kami proses lebih lanjut, alasannya karena sekarang sudah masuk ke ranah APH dan disinyalir adanya perusakan mangrove," ujar Murad.
Murad menuturkan pihaknya masih menunggu hasil penyelidikan dari Polres Maros terkait kasus terbitnya SHM milik AM
"Dalam hal perusakan mangrove dan penerbitan sertifikat yang diterbitkan kantor pertanahan Maros adalah dua hal sejajar tetapi tidak bersinggungan satu penerbitan, satu perusakan sehingga kembali lagi kami menunggu hasil penyelidikan dari Polres Maros. Apakah nanti kita tingkatkan hak atau pada hak pakai kita menunggu dari keputusan penyelidikan Polres Maros," jelasnya.